11.13.2008

Sebeleum samapai ke akad nikah

Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a. mengatakan:

“Pernikahan itu sangat sensitive dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya.”

enikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat

tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga Al-Qur’an menyebutnya

sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali

kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah

akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.

Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang

sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi

kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah

mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan

manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang

melakukan pernikahan.

Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha

memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan

bergeser jauh dari makna dan tujuannya.

Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara

suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga,

yaitu keluarga istri dan keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari

peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing

anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, termasuk

niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan,

yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan

pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses

berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik

dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus

menunggu dalam waktu yang cukup lama.

Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling

maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit

kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang

mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula

berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat

bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambutmenyambut,

kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.

Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati

hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang

menerangi.

Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang

pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda

harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah

setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita

untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika

kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap

tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya-

Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesagesa.

————————————————————————————————————————————————

Kita seringkali tidak bisa membedakan,

apakah kita melakukan sesuatu

karena persangkaan kita yang baik kepada Allah

ataukah justru karena persangkaan kita

yang kurang tepat kepada-Nya.

————————————————————————————————————————————————

Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan.

Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh

jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun –

barangkali– pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam

dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na’udzubillahi min

dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.

Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak

datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.

Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua,

persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita.

Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang

pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.

—————————————-

Persangkaan Kepada Allah

—————————————

Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena

keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang

berpengharapan kepada-Nya. Ia yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang

datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-

Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa

secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak

layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.

Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika

berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena

ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena

keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang

berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah

karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia tahu Allah Maha Besar

Kekuasaan-Nya.

Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan

kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan

Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi

sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang

sudah ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa

menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya

kepada Allah. Padahal, Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:

“Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari dan

Muslim).

Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena

persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita yang

kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali

setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya

pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan,

bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa yang kita anggap

sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah

sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-

Nya.Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-

Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi

tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan

perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha

untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan,

justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak

ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan “penglihatan” Allah.

Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada

makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia

akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha

Suci Allah dari kezaliman.

Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa

melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun

demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun

kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan

segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.

Astaghfirullahal’adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazhzhalimin.

Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena

dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika

membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang

bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.

Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari

sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan

teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan

keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang

selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,

tergesa-gesa dan mudah mengeluh.

Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang

bersyukur.

Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah,

tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai

kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan

yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan “mengabaikan”

rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang

rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di

hadapan dirinya sendiri.

Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses

menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan

Kado Pernikahan

kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam

melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik

saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita

barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.

Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada

bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.

Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusanurusan

selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah.

Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas

niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.

Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.

————————————————————–

Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon

————————————————————–

Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada yang membutuhkan waktu

lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa

keluar rumah yang artinya, “Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan

agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan

jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku

untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau

segerakan.”

Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang

dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya

adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan

lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan

Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan

dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa

yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah

Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.

Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna

anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.

Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.

Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak

terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan

informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita

mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau

orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon

pendamping secara langsung.

Selama masa ini kita sangat peka terhadap berbagai informasi yang kita terima,

disebabkan oleh besarnya harapan untuk menyegerakan ataupun besarnya

kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadangkadang,

orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar)

yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu.

Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira

orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang

lewat.

Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama

masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu

kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan

akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh

sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama’ah segera setelah akad,

mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan

kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam

karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa

juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama.

Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang

diniatkan.

Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan,

masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah

memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam

hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati

hubungan intim suami-istri. Wallahu A’lam bishawab wastaghfirullahal ‘adzim. Saya

mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.

Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses

berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan katakata

(hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari

lisan orang lain.

Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke

neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan

kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang

yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya

merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian.

Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.

Dari Sahl bin Sa’d As-Sa’di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

“Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara

kedua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kaki pahanya

(kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya.” (HR Bukhari).

Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, “Ya Rasulullah, apakah keselamatan

itu?”

Beliau menjawab, “Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah

dosamu.” (HR Tirmidzi).

Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini

dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahankesalahan

niat dalam menikah disebabkan oleh ketidaktahuan kita, dan

meluruskannya dengan menyemayamkan niat terbaik yang diridhai-Nya. Mudahmudahan

kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya

barakah dan diridhai Allah ‘Azza wa Jalla. Allahumma amin.

Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

“Berikan penafsiran terbaik tentang apa yang engkau dengar, dan apa yang

diucapkan saudaramu, sampai engkau menghabiskan semua kemungkinan dalam

arah itu.”

Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, “Jika engkau

mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi

yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya.”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam berkata, “Carilah alasan untuknya

dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini.”

Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan

interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa

jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya

tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi)

diperlukan.


Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,

“Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma’ah, yang jika orang

lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan

tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orangorang

baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau

menjauhinya keburukan-keburukan mereka.” (HR Tirmidzi).

Apakah imma’ah itu? Kita minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru

besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan.

Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma’ah adalah, “Memuji atau mencela orang

lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal

itu.”

Kita imma’ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya

dari mendengar selintas. Kita juga imma’ah kalau kita segera memberikan pujian

karena mendengar kabar sekedarnya mengenai dia. Apalagi kalau sampai

menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor –

entah, apakah masih termasuk imma’ah atau bukan.

Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke

dalam imma’ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan

lagi beberapa menit sesudah sadar.

Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma’ah yang saya

lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta

maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal

saya belum memeriksanya.

Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses

menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam

proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah

melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga

hari kiamat kelak. Allahumma amin.

Ada seorang hamba Allah, beliau rajin sholat malam dan bermunajat, berkhalwat dengan Al-Kholiq. Setiap malam dari kedua matanya yang memerah karena menangis, mengalir air yang membasahi janggutnya, beliau berbisik-bisik lirih memohon beberapa permintaan dan pengharapan. Dari waktu ke waktu, tahun ke tahun, hingga putih rambutnya tak kunjung jua permintaan beliau dikabulkan oleh Allah. Permintaannya (diantaranya) adalah agar segera diangkat kemiskinan yang menjadi selimut kehidupannya selama ini, keluarganya sering sakit-sakitan, setiap hari ia keluar untuk berusaha memperoleh rizki Allah tapi tidak tampaklah dilapangkan rizqi itu untuknya.

Padahal dahulu, KETIKA IA MASIH BEKERJA MENJADI PETUGAS BEA CUKAI UANG DAN KESENANGAN ADALAH KAWAN AKRAB. Hingga suatu saat ia mendengarkan ceramah yang menjelaskan bahwa penyelewengan yang sering ia lakukan selama ini adalah Haram dan tidak membawa keberkahan, kelak penyelewengan ini akan berhadapan dengan hukum Allah yang tidak bisa dibantah lagi di akhirat. Bergetar hatinya, masuk hidayah Allah atasnya.

Sejak itu tidak pernah lagi ia melakukan perbuatan tersebut, semakin rajin ia melakukan sholatul Lail mengadukan nasibnya hanya kepada Allah, agar diberikan harta yang halal dan rizqi yang lapang dalam menghidupi hidup ini.

Namun berangsur-angsur seakan terkena kualat (karena meninggalkan perbuatan haram itu) PENGHASILANNYA SEMAKIN MENURUN, BELIAU SEKELUARGA SERING SAKIT DAN MENJADIKAN BADANNYA YANG SEHAT MENJADI KURUS, ANAK SATU-SATUNYA MENINGGAL SETELAH MENJALANI PERAWATAN SELAMA BEBERAPA MINGGU DIRUMAH SAKIT.

Sampai saat itu ia masih bersabar, tak pernah terucap dari mulutnya kata-kata keluhan dan makian atas apa yang menimpa hidupnya. Malahan menjadikannya semakin sering dan khusyu ia mendekatkan diri kepada Allah. Dan malang yang tidak kunjung padam terhadapnya, korupsi yang dahulu ia lakukan bertahun silam terungkap, maka ia dan beberapa orang rekannya terkena pemecatan dengan tidak hormat. Subhanallah, semakin berat rasanya hidup ini baginya. Tambah satu kalimat panjang di malam harinya ia mengadu kehadapan Rabbnya,menangis dan perih rasa batinnya. Setiap dalam sedihnya ia berdoa, selalu ada bisikan lirih di hatinya, "Apa yang engkau harapkan itu dekat sekali, bila engkau bertaqwa!". Setiap mendengar bisikan itu, timbul semangatnya. Kini setelah ia dipecat, ia berdagang. Baginya dagang yang tidak pernah untung, hutang yang semakin bertumpuk, musibah yang seakan tidak berujung _.. ahhhhh.

Setelah puluhan tahun kedepan sejak ia dekat dengan Allah setiap malamnya,tidak juga merobah hidupnya. Sejak puluhan tahun ia mendengar bisikan diatas, tidak juga tampak yang dijanjikanNya. Mulailah timbul pemikiran yang tidak baik dari syaithon. Hingga beliau berkesimpulan, tampaknya Allah tidak ridho terhadap doanya selama ini.Maka pada malam harinya, ia berdoa kepada Allah : "WAHAI ALLAH YANG MENCIPTAKAN MALAM DAN SIANG, YANG DENGAN MUDAH MENCIPTAKAN DIRIMU YANG SEMPURNA INI. KARENA ENGKAU TIDAK MENGABULKAN PERMINTAANKU HINGGA SAAT INI, MULAI BESOK AKU TIDAK AKAN MEMINTA DAN SHOLAT LAGI KEPADAMU, AKU AKAN LEBIH RAJIN BERUSAHA AGAR TIDAKLAH HARUS BERALASAN BAHWA SEMUA TERGANTUNG DARIMU. MAAFKAN AKU SELAMA INI,AMPUNI AKU SELAMA INI MENGANGGAP BAHWA DIRIKU SUDAH DEKAT DENGANMU !"

Beliau tutup doa dengan perasaan berat yang semakin dalam dari awal ia berniat seperti itu ('mengkhatamkan' ibadah sholat lailnya). Beliau berbaring dengan pemikiran menerawang hingga ia tak mengetahui kapan ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi, mimpi yang membuatnya semakin merasa bersalah. Seakan ia melihat suatu Padang luas bermandikan cahaya yang menakjubkan, dan puluhan ribu, atau mungkin jutaan makhluq cahaya duduk diatas betisnya sendiri dengan kepala tertunduk takut. Ketika beliau mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat kepada siapa mereka bersimpuh, tidak mampu... kepalanya dan matanya tidak mampu memandang dengan menengadah.

Beliau hanya dapat melihat para makhluq yang duduk dihadapan Sesuatu Yang Dahsyat. Terdengar olehnya suara pertanyaan, "BAGAIMANA HAMBAKU SI FULAN, HAI MALAIKATKU ?" nama yang tidak dikenalnya. Seorang berdiri dengan tubuh gemetar karena takut, dan bersuara dengan lirih, "Subhanaka yaa Maalikul Quddus, Engkau lebih tahu keadaan hambaMu itu. Dia mengatakan demikian : "Wahai Allah yang menciptakan malam dan siang, yang dengan mudah menciptakan dirimu yang sempurna ini. Karena Engkau tidak mengabulkan permintaanku hingga saat ini, mulai besok aku tidak akan meminta dan sholat lagi kepadaMu, aku akan lebih rajin berusaha agar tidaklah terus beralasan bahwa semua tergantung dariMu. Maafkan aku selama ini, ampuni aku selama ini menganggap bahwa diriku sudah dekat denganMu !"

Ampuni dia yaa Al 'Aziiz, yaa Al Ghofuurur Rohiim!"

Tersentak beliau, itu..._u kata-kataku semalam_ ...celaka, pikirnya. Kemudian terdengar suara lagi : "Sayang sekali, padahal Aku sangat menyukainya, sangat mencintainya, dan Aku paling suka melihat wajahnya yang terpendam menangis, bersimpuh dengan menengadahkan tangannya yang gemetar kepadaKu, dengan bisikan-bisikan permohonannya kepadaKu, dengan pemintaan-permintaannya kepadaKu, sehingga tak ingin cepat-cepat Kukabulkan apa yang hendak Aku berikan kepadanya agar lebih lama dan sering Aku memandang wajahnya, Aku percepat cintaKu padanya dengan Aku bersihkan ia dari daging-daging haram badannya dengan sakit yang ringan. Aku sangat menyukai keikhlasan hatinya disaat Aku ambil putranya, disaat Kuberi ia cobaan tak pernah Ku dengar keluhan kesal dan menyesal di mulutnya. Aku rindu kepadanya... rindukah ia kepadaKu, hai malaikat-malaikatKu ?"

Suasana hening, tak ada jawaban. Menyesallah beliau atas pernyataannya semalam, ingin ia berteriak untuk menjawab dan minta ampun tapi suara tak terdengar, bising dalam hatinya karenanya. "Ini aku Yaa Robbi, ini aku. Ampuni aku yaa Robbi, maafkan kata-kataku !" semakin takut rasanya ketika tidak tampak mereka mendengar, mengalirlah air matanya terasa hangat di pipinya. Astaghfirullah !! Terbangun ia, mimpii...

Segeralah ia berwudhu, dan kembali bersujud dengan bertambah khusyu', kembali ia sholat dengan bertambah panjang dari biasanya, kembali ia bermunajat dan berbisik-bisik dengan Al-Kholiq dan berjanji tak akan lagi ia ulangi sikapnya malam tadi selama-lamanya. "...aa Allah, Yaa Robbi jangan engkau ungkit-ungkit kebodohanku yang lalu, ini aku hambaMu yang tidak pintar berkata manis, datang dengan berlumuran dosa dan segunung masalah dan harapan, apapun dariMu asal Engkau tidak membenciku aku rela...aa Allah, aku rindu padaMu..."

Semoga menambah keimanan dan ketekunan kita dalam mengerjakan sholat lail...amiin

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani
iiih anak ummi.... lucunya....