11.03.2008

Pesan Untuk para Calon Suami dan Suami

inilah sedikit pesan dari saya bagi Anda para suami;

Di dunia kita, kita hidup di kehidupan yang sibuk dan melelahkan dikelilingi oleh berbagai macam jadwal dan deadline. Bagi pasangan, ini artinya kemungkinan Anda tidak bisa meluangkan waktu bersama-sama dan berada sendiri di tengah-tengah kesibukan kerja dan komitmen tugas. Anda jangan membiarkan hal ini terjadi terus menerus. Cobalah sesekali Anda luangkan waktu untuk melakukan kegiatan secara periodik dengan istri Anda. Ingat rasul juga pernah meluangkan waktunya untuk berlomba lari dengan Aisyah ra. Keluar dengan istri sesering mungkin, lakukan aktivitas bersama, mengunjungi teman bersama, piknik bersama atau sekedar berbelanja di mall bersama.

Selalu jaga romantika dalam hubungan Anda. Kehidupan modern hampir mengubah kita menjadi robot atau mesin teknologi tinggi tanpa emosi. Menunjukkan emosi dan perasaan yang Anda rasakan perlu untuk menjaga ikatan pernikahan terhindarkan dari berkarat, peluruhan. Sebagaimana rasul bersabda untuk menunjukkan rasa kasih dan sayang pada saudara yang kita cintai, "Katakanlah kepadanya kalau engkau mencintai saudaramu," sebuah hadits untuk menunjukkan cinta kepada teman karena ikatan ukhuwah. Terlebih lagi bila istri kita yang terikat dengan ikatan suci pernikahan, nyatakanlah.

Jangan meremehkan hal-hal penting yang terlihat kecil, seperti membawakan belanjaannya, memijit bahunya atau membukakan pintu mobil dan sebagainya. Ingatlah bahwa rasul pernah menyediakan kakinya untuk membantu istrinya naik ke atas unta.

Usahakanlah untuk menyediakan waktu shalat berjamaah dengan istri. Memperkuat hubungan Anda dengan Allah merupakan jaminan terbaik agar pernikahan Anda akan selalu terjaga kuat. Merasakan kedekatan dan kedamaain dalam hubungan Anda dengan Allah akan terimplikasikan dalam hubungan Anda dengan istri di rumah. Ingatlah bagaimana rasul memberikan apresiasi yang sangat besar bagi pasangan yang bangun malam hari untuk shalat layl (shalat malam/tahajjud) bersama atau seorang istri/suami yang membangunkan pasangannya untuk shalat layl sekalipun dengan memercikkan air di muka pasangannya.

Lakukan usaha terbaikmu untuk menjadi terbaik bagi istri dengan kata-kata dan dengan perbuatan. Bicaralah padanya dengan baik, senyum padanya, minta nasehatnya, mintalah pendapatnya, dan luangkan waktu yang berkualitas dengannya dan selalu ingat bahwa rasul bersabda, "Yang terbaik diantara kamu adalah terbaik memperlakukan istrinya."

Adalah hal biasa yang terjadi dimana pasangan berjanji untuk mencintai dan menghormati istri/suaminya sampai maut memisahkan mereka. Saya percaya bahwa janji ini adalah baik dan sangat baik. Tetapi hal ini tidak cukup. Anda harus mencintai apa yang dicintai istri Anda. Keluarganya, dan hal-hal yang dia cintai harus menjadi kecintaan Anda pula.

Tidak cukup pula mencintainya sampai maut memisahkan. Cinta tidak boleh mati dan kita percaya bahwa ada kehidupan akhirat, kehidupan setelah mati. Dan insya Allah, akan dipertemukan kelak di akhirat. Sebagaimana rasul mencintai Khadijah istrinya yang telah menemani beliau selama 25 tahun, beliau terus menerus mencintai khadijah dan mengingatnya. Setelah kematian khadijah beberapa tahun berselang, rasulullah tidak pernah melupakannya bahkan sanak kerabat dan teman khadijah beliau utamakan yang terkadang membuat Aisyah cemburu.

Cintailah istri Anda, dan apa yang dicintainya. Cintailah ia tidak hanya sampai maut memisahkan tetapi sampai Anda dikumpulkan bersama kelak di akhirat, insya Allah.

Semoga nasehat atau ajakan ini dapat menambah kecintaan Anda dan kecintaan istri Anda. [kafemuslimah.com]

Suami... Oh Suami...


Penulis : Eky Sri Handayani


KotaSantri.com : Seperti biasa, siang itu klub makan siang kami di kantor -yang terdiri dari beberapa orang ibu-ibu muda plus satu orang gadis belum menikah- terlibat obrolan seru. Apalagi kalau bukan membicarakan mengenai selebritis. Si ini mau cerai, si itu rujuk lagi, si anu ganti pacar, dan sebagainya.

Ngobrol sana-sini sambil asyik melahap makan siang, akhirnya tibalah kami pada topik yang lebih seru; Suami. Wah, ini sih bisa dibilang endless topic deh. Masing-masing (kecuali Ambar yang baru mau menikah bulan depan) langsung berebut membicarakan kelemahan suami mereka -termasuk saya-.

Walaupun boleh dibilang usia pernikahan saya yang paling muda dibandingkan teman-teman saya itu, tapi saya sudah mempunyai daftar panjang keluhan yang tak kalah dari mereka. Eh, kok ternyata semua keluhan saya tersebut basi semua, alias bukan barang baru bagi teman-teman saya yang rata-rata telah menikah di atas 10 tahun. Malah persis sama.

Kalau boleh digeneralisasi, beberapa diantaranya adalah : Malas. Huh, kenapa ya semua suami itu pemalas semua? Istri harus marah-marah dulu sebelum mereka mau bergerak. Kalau sudah pulang ke rumah, sering tidak mau tahu urusan pekerjaan rumah tangga. Kalau lagi punya pembantu sih, nggak masalah. Tapi kalau pembantu lagi mudik seperti lebaran kemarin, kan istri yang berabe. "Emang semua salah gue," kata seorang teman menyesali diri, "Awalnya gue nggak sabaran kalau nyuruh suami gue ngerjain ini-itu. Abis disuruhnya kapan, baru dikerjainnya tahun depan. Akhirnya gue kerjain sendiri deh semuanya, dari betulin genteng sampai setrikaan. Akibatnya suami gue makin males dan ketergantungan sama gue..."

Nggak Matching. Nah, urusan pakai baju nggak matching ini sering bikin perang dunia di rumah. Apa semua suami buta warna ya? Sudah bagus pakai kemeja warna coklat, celana panjang juga coklat, tapi kok sabuknya hitam ya? Belum lagi kalau sedang keluar 'mood'nya, bisa-bisa kemeja batik warna biru dibilang matching dengan celana panjang abu-abu. Kalau dibilangin, ada aja alasannya. Ih, geregetan deh. Padahal kita mau pergi ke acara yang agak formal. Ingin dong, sekali-kali kelihatan keren berdua. Yang ada akhirnya kita berantem berdua...

Cuek. Pernah nggak merasa marah-marah sama tembok? Begitulah suami saya kalau saya lagi ngomel. Dia diam saja sambil terus baca koran seolah saya bicara pada tembok. Bisa saja ia lalu menutup koran yang sedang dibaca untuk keluar duduk-duduk di teras. Tentu saja saya tidak berani menyusul untuk melanjutkan omelan saya, takut nanti tetangga pada dengar...

Tidak Romantis. Jangan harap deh suami akan berlaku romantis setelah kita menikah. Ingat tanggal ulang tahun kita saja sudah luar biasa. Teman saya pernah mengeluhkan hal ini kepada Ibunya di awal-awal pernikahannya. Apa jawab Ibunya? Ah, kamu kebanyakan baca novel! Hehehe...

Setelah puas berunek-unek, akhirnya kita semua terdiam kehabisan napas. Saling lihat-lihatan dan cekikikan bareng. Bagaimana ya, kalau suami-suami kita ikut mendengarkan? Apa pembelaan mereka?

Mungkin hal tersebut hanya terjadi pada sebagian suami. Masih ada kok suami yang rajin, selalu memperhatikan mode, dan romantis. Semoga hal tersebut bisa menjadi renungan untuk para suami dan calon suami agar tidak menjadi bahan obrolan sang istri.

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (QS. An-Nisa : 34).

Karena Wanita Ingin Dimengerti

Penulis : Yon's Revolta

KotaSantri.com : Pernah-pernik kisah kehidupan berumah tangga kadang membuat saya sedih, tapi banyak juga yang membuat saja tersenyum ketika membaca atau mendengarnya. Seperti Ibu saya. Pernah suatu ketika ayah saya sedikit marah kepada Ibu saya. Ibu saya tak mau berkomentar atau membalas dengan kemarahan serupa. Hanya saja, langsung masuk ke kamar dan menangis sejadinya. Kalau sudah begitu, ayah saya luluh juga, kemudian minta maaf karena mungkin telah berlaku kasar atau marah yang kadang hanya karena persoalan sepele saja. Untuk mereka berdua, salam cinta, semoga di rumah baik-baik saja.

Ada cerita dari dosen dan juga "guru mengaji" (murobi) saya. Suatu ketika istrinya bepergian untuk urusan tertentu dan sang suaminya belum berkesempatan menemani karena alasan kesibukan. Perjalanan cukup jauh dan melelahkan. Dalam kondisi seperti itu, istrinya ingin sekali mendapatkan hiburan dari suaminya. Yah, sebuah SMS menanyakan kabarnya cukuplah. Tapi itu tidak dilakukan oleh suaminya. Dan tentu saja, istrinya bete. "Suamiku tega sekali, nggak khawatir apa dengan diriku." begitu kira-kira.

Setelah urusan selesai, pulanglah sang istri ke rumah. Mengucapkan salam lantas masuk ke rumahnya. Apa yang terjadi, ternyata suaminya biasa saja. Tak mengekspresikan rasa kangennya kepada istrinya. Dan bagi istrinya, ibarat sebuah pertandingan, itu merupakan pukulan telak, kecewa. Awalnya suami cuek saja. Tapi pada akhirnya dia menyadari bahwa sikapnya kurang benar. Ya, setidaknya membukakan pintu dan tersenyum sambil basa-basi menanyakan apakah perjalanannya baik-baik saja, itu cukup. Tapi sayang, hal itu tak dilakukannya. Dia baru sadar ketika melihat gelagat istrinya yang lagi benar-benar BT alias butuh tatih tayang.

Ada juga kisah imajinatif yang inspiratif. Tentang ayam dan bebek.

Suatu ketika sepasang pengantin baru berjalan-jalan menikmati indahnya perkampungan yang masih belum tersentuh bising dan aroma kota. Ketika mereka bercanda, tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan, "Kuek.. Kuek.. Kuek.."

"Dengar sayang, ada ayam." kata istrinya.
"Bukan, bukan, itu suara bebek." kata suaminya.
"Nggak, itu suara ayam." istrinya bersikeras.
"Istriku, itu suara bebek. Suara ayam itu bunyinya kukuruyuuuuk. Kalau bebek itu ya kuek.. kuek..kuek... Nah, itu bebek, sayang. Bukan ayam." kata suaminya mencoba menjelaskan.

"Nggak, aku yakin itu suara ayam." kata istrinya.
"Sayang, itu bebek. Kamu ini, kamuuuuuuuu." suaminya agak kesal.
Seketika itu basahlah pipi istrinya, dia menangis sambil tersendu tapi tetap berkata, "Aku yakin itu ayam, bukan bebek."
Kemudian sang suami sadar tak mau ribut lagi dan berkata, "Ya, kamu benar, sayang. Itu suara ayam." kata suaminya bersamaan dengan suara dari kejauhan, "Kuek.. Kuek.. Kuek.."

Kadang seorang suami memang perlu bersikap demikian. Untuk sesuatu yang kecil dan sepele tak perlu terlalu diributkan. Yang terpenting adalah membangun keharmonisan rumah tangga. Pertikaian dan hancurnya rumah tangga seringkali terjadi karena kita meributkan hal-hal sepele. Maka dari itu, untuk mencegahnya, kita perlu sesekali memahami isi hati seorang wanita yang kita cintai itu.

Dan pada akhirnya, untuk menghormati dia, seorang wanita yang kita cintai, kita perlu bersikap bijaksana. Itu semua perlu dilakukan, seperti syair dalam lagu pop, "karena wanita ingin dimengerti". Itu saja.

Bila Istri Cerewet


Penulis : Koko Nata


KotaSantri.com : Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khattab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel dan marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah kata pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khattab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP5. Apakah BP5 tersebut?

1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan adzab yang kelak diterimanya. Ia malah mendapatkan dua kenikmatan, dunia dan akhirat.
Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah, membawanya ke langit biru, dan melambungkan raga hingga langit ke tujuh. Lebih dari itu, istri yang shalihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja hingga berpeluh keringat. Terkadang sampai menjelang malam demi untuk menjemput rejeki. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini, beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga dan memelihara agar harta yang diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia. Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya selama 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ, istri juga merawat tunas agar tumbuh besar, kokoh, dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu, suami maju ke depan dan mengaku, "Akulah yang membuatnya begitu." Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras setelah beraktivitas seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan, suami cuma tahu ada hidangan ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi, dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; Tadi pagi istrinya sempat berdebat dan menawar, karena harga melebihi angaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milah cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan, istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, dan menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesahnya.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik dan bercanda, hingga terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.

Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini? Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya. Wallahu a'lam.

Diolah dari Cahaya Iman, edisi kamis, 30 November 2006, bersama Ustadz Cinta, Indosia

5 Pilar Keluarga Sakinah


Penulis : Agus Syafi'i


KotaSantri.com : Masyarakat adalah cerminan kondisi keluarga. Jika keluarga sehat, berarti masyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia, berarti masyarakatnya juga bahagia. Ada 5 pilar untuk membentuk keluarga sakinah, di antaranya :

1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (QS. 30 : 21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu, dan "nggemesi". Sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban, dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga. Sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (QS. 2 : 187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri. Jangan terbalik, di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah "nglombrot" menyebalkan.

3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma'ruf), tidak asal benar dan hak. (QS. 4 : 19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul, dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma'ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.

4. Menurut hadits Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat, yakni : (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul, dan (e) selalu introspeksi.

5. Menurut hadits Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga, yakni (a) suami/isteri yang setia (shaleh/shalehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat, dan (d) dekat rizkinya.

Mewaspadai Godaan Rumah Tangga

Penulis : Kris MQP

KotaSantri.com : Keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah tujuan setiap manusia yang akan dan sedang membangun keluarga. Mewujudkannya tentu bukan hal yang mudah. Jika tidak hati-hati, baik dalam perencanaan maupun saat mengarunginya, ia akan menjadi bagian dari penderitaan yang tak ada habisnya.

Allah SWT memperingatkan kepada setiap orang beriman agar hati-hati dalam hal tersebut. FirmanNya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghabun [64] : 14).

Ayat di atas menjelaskan bahwa banyak godaan dalam membangun bahtera rumah tangga. Godaan itu terutama datang dari bisikan setan laknatullah. Harus diakui, kemampuan setan dalam menjerumuskan anak manusia ke lembah kenistaan tak perlu diragukan lagi. Karenanya, istri dan anak mampu dia ubah menjadi musuh yang akan menghancurkan cita-cita sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Selain itu, materi dan syahwat termasuk godaan yang mampu menjerumuskan sebuah rumah tangga dalam sebuah kehancuran. Tak jarang seorang istri atau suami berselingkuh karena tidak mendapat kepuasan syahwat lahir dan batin di dalam keluarganya. Tak jarang pula seorang anak frustasi karena malu melihat kelakuan kedua orangtuanya.

Seorang suami, yang seharusnya menjadi seorang pemimpin di keluarga, sering pula menjadi koruptor karena bujukan istrinya yang terus menggerutu karena diperbudak segala macam keinginan. Ayah dan ibu pun terhancurkan kehormatan dan harga diri keluarganya karena perilaku dan akhlak buruk yang diperlihatkan anak-anak yang dilahirkannya.

Agar keluarga kita tak terjerumus oleh godaan, ada baiknya kita mengingat sebuah nasihat indah Rasulullah SAW kepada Abu Dzar. "Perkokohlah bahteramu karena samudera ini amat dalam. Perbanyaklah bekalmu karena perjalanan ini amat panjang. Ikhlaskanlah amalmu karena pencatatmu sungguh amat jeli."

Rasulullah SAW pun memberikan gambaran bagaimana seharusnya hidup bersama dalam berumah tangga. "Perumpamaan orang-orang yang menjaga batas-batas Allah SWT dengan mereka yang melanggarnya, bagaikan satu kaum yang menaiki sebuah bahtera. Sebagian mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bawah. Mereka yang di bawah jika ingin air (terpaksa) melewati orang-orang yang di atas, lalu berkata, "Seandainya kita lubangi (bahtera ini) untuk mendapatkan air, tentu kita tidak lagi mengganggu orang-orang yang di atas." Jika orang yang di atas membiarkan keinginan mereka yang di bawah, tentu semua akan binasa. Jika mereka menghalanginya, mereka akan selamat dan selamatlah semuanya." (HR. Bukhari dan Tarmidzi).

Dalam mengarungi samudera, terkadang sebuah bahtera miring ke kiri dan ke kanan. Satu saat tenang, dan di saat lain dihempas gelombang. Untuk itu, sejak awal, bahtera harus dipersiapkan dan diperkuat segala sisinya. Caranya dengan senantiasa menjaga langkah agar tidak ke luar dari tujuan asasinya, serta selalu menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga.

Musthafa Mansyur mengungkapkan bahwa kesejahteraan keluarga bukanlah terletak pada aspek fisik materi, tapi keterikatan anggota keluarga dengan akidah, ibadah, akhlak, dan pergaulan Islam, sehingga seluruh kehidupan terwarnai dengan identitas Islam secara utuh.

Bagaimana kehidupan keluarga yang Islami? Jawabannya tentu dapat kita lihat dari perilaku Rasulullah SAW dalam berkeluarga. Bukankah Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan kehidupan? Firman Allah SWT, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab [33] : 21). Wallahu a'lam. [RoL]
Siti Muthi'ah; Istri Pilihan
Penulis : Suhendi


KotaSantri.com : Nabi Muhammad SAW pernah memanggil putrinya, Fatimah. Kemudian ia bertanya, "Fatimah, apakah engkau ingin jadi seorang perempuan yang baik akhlaknya dan jadi istri yang sangat disayangi oleh suami?"

"Tentu saja." Jawab Fatimah.

"Baiklah, tak jauh dari sini, ada seorang perempuan yang baik akhlaknya. Namanya, Siti Muthi'ah. Segeralah temui dia, teladani akhlaknya yang baik!" Kata Nabi SAW.

Saat itu juga, Fatimah segera pergi ke tempat tinggal Siti Muthi'ah sambil membawa Hasan yang pada waktu itu masih kecil. Fatimah merasa sangat penasaran, amalan apa yang dilakukan oleh Siti Muthi'ah sampai-sampai ayahnya memuji tingkah lakunya.

Ketika baru sampai di depan rumahnya, Siti Muthi'ah sangat bergembira, karena ia tahu, Fatimah merupakan putri Nabi Muhammad SAW. "Bahagia sekali saya kedatangan engkau, namun mohon maaf, saya tidak bisa membahagiakan engkau. Sekali lagi mohon maaf, semoga tidak salah paham, sebab saya sudah diamanahi oleh suami untuk tak menerima tamu laki-laki," Kata Muthi'ah sambil menatap pada Hasan.

"Ini Hasan, anak saya. Dan apalagi, bukankah Hasan masih kecil." Kata Fatimah sambil imut.

"Meskipun seperti itu, mohon maaf, saya tidak mau mengecewakan suami. Meskipun Hasan masih kecil, tapi ia seorang laki-laki." Jawab Muthi'ah, yang prinsipnya tidak bisa diubah-ubah lagi.

Fatimah mulai merasakan keutamaan Siti Muthi'ah. Ia semakin kagum serta ingin mendalami lebih dalam lagi akhlak Muthi'ah. Karena itu, Hasan dikembalikan terlebih dahulu. Setelah itu, Fatimah kembali ke rumah Muthi'ah.

"Saya merasa kaget, perasaan saya tidak menentu, bahkan grogi. Apa sebetulnya yang mendorong engkau datang menemui saya?" Kata Muthi'ah setelah membahagiakan Fatimah dengan ramah.

"Ayah saya yang memerintahkan saya untuk pergi ke sini. Kata ayah saya, engkau merupakan wanita yang mempunyai akhlak yang baik, karena itu saya datang ke sini untuk belajar dari engkau." Kata Fatimah.

Mendengar cerita Fatimah, tentu saja Muthi'ah merasa bahagia, tapi Muthi'ah masih merasa heran. "Engkau pasti bercanda ya? Saya pribadi, seorang wanita yang tidak punya keistimewaan apa-apa." Jawabnya.

Fatimah semakin yakin berkenaan dengan keutamaan Muthi'ah. Tanpa disengaja, Fatimah melihat kain kecil, kipas, dan rotan dalam ruangan tersebut. "Muthi'ah untuk apa barang-barang tersebut? Tanya Fatimah.

Siti Muthi'ah tersenyum, menyembunyikan rasa malu. Sebelumnya Muthi'ah tidak akan berterus terang, tapi Fatimah terus mendesak, bertanya mengenai hal itu. Sehingga Muthi'ah harus mengatakan yang sebenarnya.

"Ya Muthi'ah, begitu mulia tingkah laku engkau. Selanjutnya, untuk apa rotan itu? Tanya Fatimah sambil melihat rotan.

"Rotan itu sengaja disediakan. Apabila suami saya bangun tidur, kemudian mandi, saya juga suka menghias diri dan kemudian menyediakan makanan. Setelah semunya siap, saya berkata seperti ini pada suami, Ya suamiku sayang. Apabila pelayanan saya sebagai seorang istri, serta makanan yang disediakan tidak sesuai dengan keinginanmu, saya ikhlas menerima hukuman. Silahkan rotan itu pukulkan pada saya, serta sebutkan apa saja kesalahan saya supaya tidak dilakukan lagi." Kata Muthi'ah.

"Apakah engkau sering dipukuli rotan oleh suamimu?" Tanya Fatimah.

"Belum pernah sekalipun. Bukan rotan yang dibawanya, tapi suami saya malah memeluk saya dengan penuh kasih dan sayang. Ini merupakan kebahagiaan saya dengan suami yang dirasakan oleh kami setiap pagi." Jawab Muthi'ah.

***

Menjaga kesucian diri sebagai amanah dalam kapasitasnya sebagai seorang suami atau istri merupakan suatu keharusan. Menjaga kesucian diri bagi seorang suami atau istri bisa merupakan bentuk tanda cinta antara keduanya.

Suami istri harus bekerjasama satu sama lainnya. Laki-laki diibaratkan sebagai pakaian bagi perempuan, dan begitu pula sebaliknya (QS. Al-Baqarah : 187). Meskipun dalam kehidupan rumah tangga, masing-masing mempunyai peran tersendiri dan tanggung jawab berbeda (QS. Al-Baqarah :
228).

Namun, kecintaan pada istri atau suami, dan anak, jangan berlebihan. Jangan sampai kecintaan pada keduanya melalaikan kita untuk mengingat Allah. Dalam hal ini, anak, istri atau suami bisa menjadi musuh (QS. At-Taghaabun : 14). Kecintaan kita pada keluarga merupakan bentuk kecintaan kita pada Allah SWT. Islam mengatur mengenai berbagai hal, termasuk soal ini. Aturan itu tak hanya merupakan sebuah keharusan yang tentunya wajib untuk dilaksanakan, melainkan aturan Allah SWT yang punya dampak positif dan nilai manfaat bagi yang melaksanakannnya.

Betapa tidak, keharmonisan hubungan suami istri akan terjalin dengan baik karena masing-masing dapat melaksanakan amanah sebagaimana mestinya, apakah ia sebagai seorang suami atau istri.

Diakui memang, krisis kepercayaan antara suami istri kerap terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Termasuk dalam kehidupan rumah tangga Muslim. Akibatnya, percekcokan dalam rumah tangga tidak bisa dielakan lagi. Tak hanya harmonisasi hubungan suami istri yang mahal didapat, dampak lain pun akan timbul dengan sendirinya. Misalnya, anak bisa jadi korban. Anak tidak akan nyaman dan betah tinggal di rumah. Anak akan mencari tempat yang 'aman' yang membuatnya bisa untuk curhat, melepas beban masalah yang dihadapinya.

Masyarakat merupakan himpunan beberapa keluarga. Baik buruknya masyarakat tergantung keluarga. Keluarga yang baik, maka akan melahirkan masyarakat sejahtera. Kelurga yang amburadul, melahirkan masyarakat yang hancur.
Sementara keluarga yang harmonis, tanda individu-individu yang baik. Masyarakat yang damai akan melahirkan Negara yang kokoh dan sejahtera.

Setiap orang pasti mendambakan kehidupan rumah tangganya harmonis. Siapa pun ia. Harmonis bukan berarti bebas dari masalah. Rumah tangga yang mawaddah wa rahmah bukan berarti rumah tangga yang tidak pernah diterpa badai. Tapi, rumah tangga yang apabila diterpa sebuah masalah, mampu menyikapinya dengan cara yang tepat. Sehingga setiap masalah mampu dihadapinya dengan cara yang terbaik.

Alhasil, solusi yang selama ini diharapkan pun akan mudah diperoleh. Kalaupun terjadi sedikit percekcokan, ini menjadi bumbu rumah tangga yang membuat hidup rumah tangga semakin manis dan romantis. Rumah tangga seorang muslim, idealnya mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi keluarga lainnya. Betapa tidak, aturan untuk itu sudah ada. Tinggal ada keinginan untuk mau mengaplikasikannya. Kehidupan kelurga muslim jangan sampai jadi bahan perbincangan yang tak mengenakan bagi keluarga lainnya. Semoga!

Wallahu a'lam bishawab.

Versi Cetak

Ketika Ibu Tidak Diutamakan

Penulis : Abu Luthfi Ar-Rasyid

KotaSantri.com : Dari Anas bin Malik RA, dia berkata : Ada seorang pemuda pada zaman Rasulullah SAW yang bernama Al-Qamah, yang rajin beribadah dan banyak mengeluarkan shadaqah. Suatu ketika, dia sakit keras. Lalu istrinya mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah SAW menyampaikan pesan bahwa suaminya berada diambang maut. Lalu beliau bersabda kepada Bilal dan sekumpulan sahabat, "Pergi dan temuilah Al-Qamah!"

Mereka pun pergi ke tempat Al-Qamah lalu berkata kepadanya, "Ucapkanlah kepadanya, la ilaha illallaah!" Namun Al-Qamah tidak mampu mengucapkannya. Mereka yakin bahwa Al-Qamah sudah meninggal. Maka mereka mengabarkan keadannya kepada Rasulullah SAW.

"Apakah dia mempunyai dua orangtua?" tanya beliau.

Ada yang menjawab, "Ayahnya sudah meninggal, sementara Ibunya sudah lanjut usia."

"Wahai Bilal, temuilah ibu Al-Qamah dan sampaikan salamku kepadanya," sabda beliau, "Katakan pula padanya bahwa diriku menjadi tebusan atas diri anaknya. Aku lebih berhak untuk menolongnya."

Beberapa saat kemudian ibu Al-Qamah mengambil tongkat lalu dia masuk ke tempat Rasulullah SAW. Beliau bersabda, "Berkatalah yang jujur kepadaku. Jika engkau dusta kepadaku, tentu akan turun wahyu dari Allah kepadaku. Bagaimana keadaan Al-Qamah yang sebenarnya?"

Ibu Al-Qamah menjawab, "Wahai Rasulullah, dia biasa mendirikan shalat begini dan berpuasa begini, juga biasa mengeluarkan shadaqah sejumlah dirham yang dia sendiri tidak tahu berapa timbangannya dan berapa jumlahnya."

"Bagaimana keadaanmu dengannya?" tanya beliau.

"Aku sangat marah kepadanya," jawabnya.

"Mengapa begitu?" tanya beliau.

"Dia lebih mementingkan istrinya daripada aku, lebih suka menaatinya, dan mendurhakaiku," jawabnya.

Beliau bersabda, "Rupanya kemarahan ibunya membuatnya tidak mampu mengucapkan la ilaha illallah."

Kemudian beliau berkata kepada Bilal, "Pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak, karena aku akan membakar Al-Qamah dengan kobaran kayu bakar itu."

Ibu Al-Qamah berkata, "Wahai Rasulullah, engkau akan membakar anakku, buah hatiku di depan mataku?"

Beliau bersabda, "Wahai Ibu Al-Qamah, adzab Allah lebih pedih lagi. Jika engkau ingin agar Allah mengampuni dosanya, maka ridhakanlah dia untuk dibakar. Demi yang diriku ada di tanganNya, shalat dan shadaqahnya tidak bermanfaat baginya selagi engkau masih marah kepadanya."

Ibu Al-Qamah mengangkat tangan dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku bersaksi kepada Allah di langitNya dan kepada engkau, wahai Rasulullah, serta siapa pun yang hadir di sini, bahwa aku telah ridha terhadap Al-Qamah."

Lalu Bilal pergi ke tempat Al-Qamah, dan dia mendapatkannya sedang mengucapkan la ilaha illallaah. Pada hari itu pula dia meninggal dunia. Lalu beliau memerintahkan untuk memandikan dan mengkafaninya, lalu menshalatinya. Kemudian beliau berdiri di bibir kuburan dan bersabda, "Wahai semua orang Muhajirin dan Anshar, siapa yang lebih mementingkan istrinya daripada ibunya, maka dia mendapat laknat Allah, dan Allah tidak menerima ibadahnya yang wajib maupun yang sunnah."

***

Saat ini, banyak anak lelaki yang lebih mementingkan istrinya daripada ibunya. Mereka lebih memilih hidup enak bersama istri, sementara ibu hidup seadanya. Bahkan, ada yang sampai menelantarkan orangtua dengan memasukannya ke panti jompo. Na'udzubillaah jika kita sampai mengalami hal seperti yang terjadi pada Al-Qamah.

Referensi : Hadiyyatul-Ikhwan fi Fadhli Lailati Nishfi Sya'ban, Ibnu Ibrahim Al-Iman.

Suami Setia

KotaSantri.com : Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya, "Siapakah Anda wahai nenek?"

"Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah
," jawab wanita tua itu.

Rasulullah SAW pun berkata, "Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?"

Nenek itu menjawab, "Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah."

Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah SAW, muncullah Aisyah RA seraya berkata, "Wahai Rasulullah SAW, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?"

Rasulullah menimpali, "Iya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman."

Karena kejadian itu, Aisyah mengatakan, "Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah."

Rasulullah SAW menanggapinya dan berkata, "Wahai Aisyah, begitulah realitanya. Sesungguhnya darinya aku memperoleh anak."

Dalam kesempatan lain, Aisyah berkata, "Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata : Wahai Rasulullah SAW, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”

Rasulullah SAW menjawab, "Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya."

Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithani. Kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.

Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapa pun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi Luqa mengatakan, "Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban."

Kesetiaan... Kesetiaan... Sekali lagi, kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi, tetapi kesetiaan ukhrawi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi, "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Siapakah yang lebih setia dari Allah SWT akan janjiNya. Bergembiralah dengan bai'at (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar." (QS. At-Taubah : 111). [Safina-11/I/022004]

Merajut Tali Kesabaran dalam Keluarga


Penulis : Nur Fadhillah


KotaSantri.com : Pada zaman Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma'i, melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan, ia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara.

Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan ia melihat sebuah kemah. Terasing dan sendirian. Ia memacu kudanya ke arah sana dan menemukan penghuni yang memukau, wanita muda dan jelita. Ia meminta air. Wanita itu berkata, "Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku. Kalau engkau mau, ambillah."

Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Ia memandang kepulan debu dari kejauhan. "Suamiku datang," katanya. Wanita itu kemudian menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih mudah disebut "bekas manusia". Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan ke luar dari mulut perempuan itu. Ia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.

Sebelum pergi, Al-Ashma'i bertanya, "Engkau muda, cantik, dan setia. Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk?"

Jawaban perempuan itu mengejutkan Al-Ashma'i, "Rasulullah bersabda, agama itu terdiri dari dua bagian, syukur dan sabar. Aku bersyukur karena Allah telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan. Ia membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah agamaku. Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar."

Kesabaran bisa melahirkan keajaiban. Salah satunya tergambar dalam kisah di atas. Dengan kesabaran, wanita cantik tadi mampu berbakti kepada suaminya yang berakhlak buruk. Sesuatu yang terkadang sulit dicerna oleh rasio.

Tidak diragukan lagi, kesabaran adalah satu pilar penting dalam pernikahan setelah lurusnya niat. Langgeng tidaknya sebuah pernikahan sangat ditentukan oleh seberapa jauh tingkat kesabaran yang dimiliki suami istri. Makin banyak bekal kesabaran yang dimiliki, maka akan makin kokoh pula bangunan pernikahan yang dijalani. Tapi makin sedikit kesabaran yang dimiliki, maka makin besar pula kemungkinan hancurnya sebuah pernikahan

Menyatukan Pandangan

eramuslim.com

Senin, 03 Nov 2008 06:16 Cetak | Kirim | RSS
Bagaimana caranya dua sejoli calon pengantin saling mengenal pandangan hidup masing-masing sebelum melangkah ke pelaminan?

Menikah adalah sebuah pekerjaan besar, penting dan mulia. Penting bagi kemanusiaan, penting bagi orang yang bersangkutan, dan masyarakatnya. Namun bagi dua insan yang akan bersatu menyatukan pandangan merupakan tugas yang harus mereka selesaikan sebelum melangkah ke pelaminan agar pernikahan mereka bermanfaat bagi diri mereka sendiri, keluarga maupun masyarakatnya. Sebuah keluarga berantakan tak dapat menjadi pelita bagi keluarga-keluarga lain disekitar mereka.

Banyak pasangan pra-nikah (baca:pacaran) yang beralasan bahwa memperpanjang hubungan sebelum menikah merupakan cara untuk saling mengenal. Namun pada kenyataannya, pacaran bertahun-tahun tidak menghalangi mereka kemudian bercerai setelah menikah beberapa tahun. Ada apa? Apa yang salah?

Pacaran jelas bukan jalan bagi para pemuda muslim untuk mencari keberkahan dari Allah SWT. Hubungan pranikah yang dibenarkan dalam Islam namanya ”ta’aruf” atau proses ”saling berkenalan”. Dalam ”ta’aruf” ini, kedua calon pasangan boleh berinteraksi, namun harus tetap dalam batas-batas aturan pergaulan Islami, termasuk tidak boleh berdua-duaan tanpa orang ketiga, tak boleh bersentuhan dan apalagi yang lebih dari itu.

Dalam berpacaran, batas-batas tersebut tak ada sehingga tidak jarang dua sejoli yang belum menikah menjadi kebablasan dalam berhubungan. Mirisnya, kebablasan itu terjadi bahkan sebelum kesatuan pandangan antara keduanya terbentuk dengan matang.

Kerugian lain dari pacaran adalah karena dilandasi berbagai aroma romantisme, suasana dialog yang lebih rasional menjadi sulit terbentuk sehingga berbagai masalah serius menjadi sulit dibicarakan tanpa dibumbui romantisme yang seringkali malah mengelabui keadaan yang sebenarnya. Bahkan demi romantisme, tidak jarang masing-masing pihak berusaha menutup-nutupi sifat-sifat aslinya.

Jadi apa yang penting dilakukan dalam proses ”ta’aruf” ini? Nabi Muhammad SAW menyebutkan tiga alasan mengapa seorang wanita dipilih sebagai istri dan hanya satu alasan yang dianjurkan untuk diambil, yaitu kebagusan agamanya.

Meskipun arahan Nabi SAW terlihat sangat umum, namun memang itulah ”platform” yang paling penting bagi calon suami maupun istri. Dengan agama, segala perbedaan pendapat dapat antara suami istri Insya Allah dapat diselesaikan sebab Islam sudah menyediakan jawaban persoalan dengan cukup rinci, asalkan keduanya memiliki komitmen yang sama untuk menyelesaikan masalah dan memang masih berkeinginan untuk bersama.

Masalahnya adalah bagaimana mengenali kesamaan komitmen ini? Bagaimana mengangkatnya dalam pembicaraan dengan calon pasangan?

Pepatah mengatakan: ”tak kenal maka tak sayang”. Ada juga istilah ”jangan beli kucing dalam karung”. Kedua ungkapan ini benar adanya. Proses ”ta’aruf” memang dimaksudkan untuk saling mengenal satu sama lain, terutama untuk hal-hal yang penting.

Banyak pasangan calon suami istri yang mengabaikan detil-detil penting dalam berkenalan dan lebih mementingkan hal-hal yang lebih bersifat permukaan, misalnya aspek wajah, kecantikan, kegantengan, warna kulit, tinggi badan, dan lain-lain termasuk kekayaan. Padahal semua itu hanyalah ’sedalam kulit’ dalam arti sebenarnya.

Apa yang hanya sebatas sedalam kulit akan mudah berubah atau berganti, sedangkan kedalaman berpikir dan keimanan akan melandasi semua yang dipikirkan dan dilakukan oleh seseorang sepanjang hayatnya.

Jika kita harus berinteraksi dengan seseorang untuk jangka waktu yang lama, jika kita akan melalui masa senang dan sulit bersama-sama, maka kecantikan atau kegantengan tak terlalu penting, sifat dan sikapnyalah yang akan membuat kita betah atau tidak.

Berikut ini ada beberapa poin yang perlu anda perhatikan:

Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah sesuai arahan NabiNya SAW?

Kedua, amati bagaimana caranya mengatasi masalah hidup. Apakah ia mencari arahan dari Al Qur’an atau Sunnah Nabi SAW? Apakah ia cukup sabar dan tidak mengeluh dan menyalahkan nasib?

Ketiga, kenali bagaimana calon anda dalam menghadapi saat-saat senang atau gembira? Apakah ia mudah bersyukur? Apakah dalam bergembira ia tidak berlebihan?

Keempat, bagaimana caranya berinteraksi dengan anda dan orang lain? Apakah mudah berkomunikasi atau sulit? Apakah sering mengumbar janji muluk dan kata pujian? Dalam berbicara apakah siap bermusyawarah atau lebih suka menang sendiri? Apakah ia mudah menghargai orang lain?

Kelima tentang sikap dan pandangannya tentang diri sendiri? Apakah ia terlalu percaya diri? Ataukah percaya diri secara proporsional dan berdasar? Apakah ia minder dan mudah putus asa?

Keenam, tentang sikap terhadap ilmu, apakah berwawasan luas dan mau belajar ataukah lebih suka membatasi minat dan perhatiannya terhadap hal-hal yang sempit?

Ketujuh, bagaimana sikapnya terhadap atasan dan bawahan dirinya? Apakah ia terlalu takut pada atasan? Apakah ia sewenang-wenang terhadap bawahan?

Kedelapan, kenalilah selera-seleranya, apakah ada yang sangat bertentangan dengan anda sendir? Apakah tidak bisa saling memahami perbedaan selera ini?

Kesembilan, kenali keluarganya. Apakah ada hal-hal yang perlu menjadi catatan seperti apakah calon mertua sangat dominan terhadap anaknya ataukah biasa-biasa saja?

Mungkin masih banyak contoh-contoh pertanyaan dan pengamatan yang dapat diujikan kepada calon pasangan. Cari tahulah dengan berbagai cara, baik bertanya langsung, bertanya ke pada orang-orang dekatnya atau mengamati.

Sesudah mengumpulkan berbagai bahan ini, kemudian diskusikanlah dengannya beberapa hal berikut:

1. Bagaimana atau dari mana akan mengambil sumber hukum dalam kebijakan rumahtangga? Darimana sumber hukumnya dan bagaimana proses penetapan keputusannya?

2. Bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat dan ke mana mencari penengah?

Diskusikan juga berbagai hal kecil namun mungkin penting, misal akan tinggal di mana kelak? Dari mana sumber penghasilan keluarga? Apakah ada diantara anda berdua yang masih ingin melanjutkan sekolah? Apakah istri kelak akan bekerja? Bagaimana mengasuh anak? Dan masih banyak lagi, namun pilihlah yang bagi anda lebih penting.

Jika ha-hal ini sudah dibicarakan dan ternyata tak ada masalah atau perbedaan pendapat yang terlalu tajam antara anda berdua, barulah dapat dikatakan Insya Allah anda berdua cocok. Wallahua’lam (SAN 02112008)


Fatimatuzzahra Azka Ghulwani

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani
iiih anak ummi.... lucunya....