10.23.2008

Berpikir Sederhana

Oleh : Bossyana
Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.

Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "untuk apa merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?"

Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, pemburupun mulai siaga penuh,tetapi ternyata, ah... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur.

Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.

Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.

Demikian juga dengan seseorang yang mengidamkan pasangan hidup, yang mengharapkan seorang gadis cantik atau perjaka tampan yang alim, baik, pintar dan sempurna lahir dan batin, harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.

Betapa Indahnya Berumah Tangga

Oleh : Ameeratul Jannah

Baitijannati. Ketika melihat pasangan yang baru menikah, saya suka tersenyum. Bukan apa-apa, saya hanya ikut merasakan kebahagiaan yang berbinar spontan dari wajah-wajah syahdu mereka. Tangan yang saling berkaitan ketika berjalan, tatapan-tatapan penuh makna, bahkan sirat keengganan saat hendak berpisah. Seorang sahabat yang tadinya mahal tersenyum, setelah menikah senyumnya selalu saja mengembang. Ketika saya tanyakan mengapa, singkat dia berujar “Menikahlah! Nanti juga tahu
sendiri”. Aih…


Menikah adalah sunnah terbaik dari sunnah yang baik itu yang saya baca dalam sebuah buku pernikahan. Jadi ketika seseorang menikah, sungguh ia telah menjalankan sebuah sunnah yang di sukai Nabi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Allah hanya menyebut nabi-nabi yang menikah dalam kitab-Nya. Hal ini menunjukkan betapa Allah menunjukkan keutamaan pernikahan. Dalam firmannya, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kalian yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21).

Menikah itu Subhanallah indah, kata Almarhum ayah saya dan hanya bisa dirasakan oleh yang sudah menjalaninya. Ketika sudah menikah, semuanya menjadi begitu jelas, alur ibadah suami dan istri. Beliau mengibaratkan ketika seseorang baru menikah dunia menjadi terang benderang, saat itu kicauan burung terdengar begitu merdu. Sepoi angin dimaknai begitu dalam, makanan yang terhidang selalu saja disantap lezat. Mendung di langit bukan masalah besar. Seolah dunia milik mereka saja, mengapa? karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti seolah baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun.

Namun sayang tambahnya, semua itu lambat laun menguap ke angkasa membumbung atau raib ditelan dalamnya bumi. Entahlah saat itu cinta mereka berpendar ke mana. Seiring detik yang berloncatan, seolah cinta mereka juga. Banyak dari pasangan yang akhirnya tidak sampai ke tujuan, tak terhitung pasangan yang terburai kehilangan pegangan, selanjutnya perahu mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Bercerai, sebuah amalan yang diperbolehkan tapi sangat dibenci Allah.

Ketika Allah menjalinkan perasaan cinta diantara suami istri, sungguh itu adalah anugerah bertubi yang harus disyukuri. Karena cinta istri kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dan cinta suami kepada istri menetaskan keinginan melindungi dan membimbingnya sepenuh hati. Lanjutnya kemudian.

Saya jadi ingat, saat itu seorang istri memarahi suaminya habis-habisan, saya yang berada di sana merasa iba melihat sang suami yang terdiam. Padahal ia baru saja pulang kantor, peluh masih membasah, kesegaran pada saat pergi sama sekali tidak nampak, kelelahan begitu lekat di wajah. Hanya karena masalah kecil, emosi istri meledak begitu hebat. Saya kira akan terjadi “perang” hingga bermaksud mengajak anak-anak main di belakang. Tapi ternyata di luar dugaan, suami malah mendaratkan sun sayang penuh mesra di kening sang istri. Istrinya yang sedang berapi-api pun padam, senyum malu-malunya mengembang kemudian dan merdu uaranya bertutur “Maafkan Mama ya Pa..”. Gegas ia raih tangan suami dan
mendekatkannya juga ke kening, rutinitasnya setiap kali suaminya datang.

Jauh setelah kejadian itu, saya bertanya pada sang suami kenapa ia berbuat demikian. “Saya mencintainya, karena ia istri yang dianugerahkan Allah, karena ia ibu dari anak-anak. Yah karena saya mencintainya” demikian jawabannya.

Ibn Qayyim Al-Jauziah seorang ulama besar, menyebutkan bahwa cinta mempunyai tanda-tanda. Pertama, ketika mereka saling mencintai maka sekali saja mereka tidak akan pernah saling mengkhianati, Mereka akan saling setia senantiasa, memberikan semua komitmen mereka.
Kedua, ketika seseorang mencintai, maka dia akan mengutamakan yang dicintainya, seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam hal perlindungan dan nafkahnya. Mereka akan sama-sama saling mengutamakan, tidak ada yang merasa superior.
Ketiga, ketika mereka saling mencintai maka sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah, lubuk hatinya selalu saling terpaut. Meskipun secara fisik berjauhan, hati mereka seolah selalu tersambung. Ada do’a istrinya agar suami selamat dalam perjalanan dan memperoleh sukses dalam pekerjaan. Ada tengadah jemari istri kepada Allahi supaya suami selalu dalam perlindunganNya, tidak tergelincir. Juga ada ingatan suami yang sedang membanting tulang meraup nafkah halal kepada istri tercinta, sedang apakah gerangan Istrinya, lebih semangatlah ia.

Saudaraku, ketika segala sesuatunya berjalan begitu rumit dalam sebuah rumah tangga, saat-saat cinta tidak lagi menggunung dan menghilang seiring persoalan yang datang silih berganti. Perkenankan saya mengingatkan lagi sebuah hadist nabi. Ada baiknya para istri dan suami menyelami bulir-bulir nasehat berharga dari Nabi Muhammad. Salah satu wasiat Rasulullah yang diucapkannya pada saat-saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada’:

“Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri fir’aun” (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah ).

Kepada saudaraku yang baru saja menggenapkan setengah dien, Tak ada salahnya juga untuk saudaraku yang sudah lama mencicipi asam garamnya pernikahan, Patrikan firman Allah dalam ingatan : “…Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka…” (QS. Al-Baqarah:187)

Torehkan hadist ini dalam benak : “Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya rengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Alkhudzri r.a)

Kepada sahabat yang baru saja membingkai sebuah keluarga, Kepada para pasutri yang usia rumah tangganya tidak lagi seumur jagung, Ingatlah ketika suami mengharapkan istri berperilaku seperti Khadijah istri Nabi, maka suami juga harus meniru perlakukan Nabi Muhammad kepada para Istrinya. Begitu juga sebaliknya.

Perempuan yang paling mempesona adalah istri yang shalehah, istri yang ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, jua tatkala suami pergi maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan istri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami.

Lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki “Surga”. Dia memegang teguh firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)

Akhirya, semuanya mudah-mudah tetap berjalan dengan semestinya. Semua berlaku sama seperti permulaan. Tidak kurang, tidak juga berlebihan.Meski riak-riak gelombang mengombang-ambing perahu yang sedang dikayuh, atau karang begitu gigih berdiri menghalangi biduk untuk sampai ketepian. Karakter suami istri demikian, Insya Allah dapat melaluinya dengan hasil baik. Sehingga setiap butir hari yang bergulir akan tetap indah, fajar di ufuk selalu saja tampak merekah. Keduanya menghiasi masa dengan kesyukuran, keduanya berbahtera dengan bekal cinta. Sama seperti syair yang digaungkan Gibran,

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman

Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.

Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world “Akhirat”. Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian.
Allahumma Aamiin.

Barakallahu, untuk para pengantin muda. Mudah-mudahan saya mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan. Mudah-mudahan jika giliran saya tiba, tak perlu lagi saya bertanya mengapa teman saya menjadi begitu murah senyum. Karena mungkin saya sudah mampu menemukan jawabannya sendiri.

Melihat Dari Sisi yang Lain

Apa yang terjadi jika seorang buta disuruh mendeskripsikan seekor gajah? Dia akan bilang gajah itu seperti ular jika dia menyentuh gajah di belalainya, atau dia akan bilang gajah itu seperti batang pohon jika dia menyentuh kakinya, dia juga bisa jadi bilang gajah itu seperti tembok saat dia memegang badannya, atau seperti kipas besar saat memegang telinganya, seperti pecut saat memegang ekornya, dan masih banyak deskripsi yang lain. Itulah yang disebut memahami secara tidak utuh, hanya memahami dari satu sisi saja.

Jika kita melihat seorang ibu menyulam kain dengan benang, coba kita perhatikan sisi bagian bawah dari sulaman itu, maka kita akan melihat sulaman benang yang tidak beraturan dan tidak rapi, beberapa benang saling melintang tumpang tindih dll. Namun jika kita melihat dari bagian atas sulaman maka kita akan melihat suatu susunan yang sangat rapi dari benang yang membentuk suatu motif seperti bunga, hewan, dll. yang sangat indah. Itulah pemahaman manusia terhadap takdirnya, Allah selalu memberikan suatu pola yang indah kepada makhluknya namun manusia selalu memahami dari sisi yang lain sehingga melihat pola yang indah itu menjadi seperti pola yang rumit.

Seringkali kita melihat suatu peristiwa dari satu sisi saja, kita tidak pernah mencoba melihat dari sisi yang lain atau melihat dari sisi yang lebih universal/makro. Hal-hal yang kita anggap buruk saat menimpa kita belum tentu itu adalah hal buruk, bisa jadi itu adalah salah satu bagian dari rangkaian hal yang indah. Sebaliknya hal yang kita anggap indah bisa jadi itu adalah rangkaian dari hal yang buruk untuk kita. Contohnya ? banyak.. dan kita semua pasti sudah tau.

Saat kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita harapkan, saat kita disakiti orang, saat kita ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi, saat kita merasa diperlakukan sesorang dengan tidak adil, dan hal-hal lain yang menurut kita menyakitkan, maka hendaklah kita mencoba melihat dari sisi yang lain terlebih dahulu sebelum kita menyatakan hal itu buruk bagi kita.

Bagaimana caranya melihat dari sisi yang lain? yang pertama jika itu berkaitan dengan orang lain yang memperlakukan kita dengan buruk, maka cobalah melihat dari sisi orang itu, mengapa dia melakukan hal itu. Jika kita merasa ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi, merasa diperlakukan tidak adil, dan merasa sangat disakiti, maka ”STOP” untuk berfikir seperti itu dulu. Coba kita melihat dari sisi orang yang menyakiti kita. Apakah benar dia berniat menyakiti kita? Apakah dia sedang dihadapkan pada suatu pilihan yang harus mengorbankan kita untuk hal yang dia rasa lebih baik untuknya dan untuk kita? Apakah dia mempunyai kebutuhan yang kita tidak bisa memenuhinya?

Apakah benar dia berniat menyakiti kita? Kita bisa menyayangi seseorang jika orang itu sangat berarti buat kita misal : orang tua, suami/istri, sahabat, dll. Orang itu bisa berarti buat kita karena mereka sudah melakukan sesuatu buat kita. Coba kita putar ulang kembali, apa yang telah dilakukan orang itu terhadap kita. Tentunya sudah banyak hal baik yang sudah dilakukan orang itu hingga kita bisa menyayanginya. Lalu bandingkan semua hal baik yang telah dilakukan orang itu dengan hal buruk yang dilakukan orang itu sekarang. Sebandingkah? apakah kebaikannya lebih besar? apakah hal buruk itu bisa menghapus kebaikannya selama ini? Jawabnya di diri kita masing2, tapi jika kita mau berfikir positif, jika merasa kebaikannya selama ini cukup besar dibandingkan yang dilakukan sekarang, yakinlah bahwa orang itu tidak berniat menyakiti kita.

Apakah dia sedang dihadapkan pada suatu pilihan yang harus mengorbankan kita untuk hal yang dia rasa lebih baik untuknya dan untuk kita? Jelas itu suatu pilihan bagi dia, permasalahannya adalah bagaimana akibat dari pilihan itu? 1.Baik untuk dia dan baik untuk kita, 2.Baik untuk dia dan buruk untuk kita, 3.buruk untuk dia dan baik untuk kita, 4.buruk untuk dia dan buruk untuk kita. No. 1 hal ideal dari suatu pilihan tapi sulit di capai. No. 4 adalah kebodohan memilih. No. 2 Kita dikorbankan oleh dia. No. 3 Dia berkorban untuk kita. Trus bagaimana bisa tau pilihan itu baik/buruk untuk dia? yang tau baik buruknya adalah orang itu sendiri. Kita hanya bisa tau baik/buruknya untuk kita. Sementara untuk tau itu baik/ buruk kita harus melihat secara makro dari seluruh peristiwa, Tapi jika kita yakin setiap kejadian adalah sudah direncanakan oleh Allah untuk kebaikan kita maka asumsikan bahwa hal itu baik untuk kita, sehingga kita bisa menganggap bahwa yang terjadi adalah no.1 pilihan ideal atau no.3 dia berkorban untuk kita.

Apakah dia mempunyai kebutuhan yang kita tidak bisa memenuhinya? Ketahuilah setiap orang punya kebutuhan dan tidak semua kebutuhan kita bisa memenuhinya. Jadi jelas bahwa dia melakukan itu karena kita tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Apakah untuk memenuhi kebutuhannya, dia harus mengorbankan kita? kembali ke pertanyaan sebelumnya bahwa itu adalah pilihan dan dia sudah kita asumsikan pilihan yang diambil adalah yang ideal atau dia sedang berkorban buat kita.

Jadi dari tiga pertanyaan diatas maka jika kita melihat dari sisi yang lain dengan mengambil asumsi positif maka disimpulkan : Dia tidak berniat menyakiti kita, namun dia mempunyai kebutuhan yang tidak kita miliki, sehingga dia mengambil pilihan yang ideal baik untuk kita dan baik untuk dia atau dia sebenarnya sedang berkorban untuk kita agar kita tidak terbebani oleh kebutuhan dia.

Apakah merasa kesimpulannya tidak sesuai dengan kenyataan? Mungkin kita merasa kenyataannya bahwa dia menyakiti kita, dia mengorbankan kita untuk meraih kebutuhan kesenangannya semata. Hal itu bisa terjadi karena kita masih sangat yakin sisi yang selama ini kita pahami adalah benar, coba sisi yang lain mulai kita pertimbangkan nanti akan mendapatkan kesimpulan yang lebih berimbang.

Setelah kita memahami dari sisi orang itu. Langkah kedua coba liat dari sisi universal. Untuk melihat dari sisi universal aturan yang harus dipahami dan diyakini adalah Allah tidak akan menyakiti hambanya dan Allah akan selalu memberikan kebaikan untuk hambanya. Jika kita memahami aturan universal tersebut maka diharapkan kita melihat kebaikan positif dari kejadian itu.

Bagaimana caranya melihat yang universal? Coba kita lihat kejadian sebelum dan sesudahnya. Sisi yang selama ini kita pahami adalah sebelumnya orang itu baik kepada kita sehingga kita bahagia, namun sekarang dia meninggalkan kita dan menyakiti kita.

Coba kita lihat dengan cara lain misal : Sebelumnya orang itu baik kepada kita sehingga kita belajar kebaikan dari dia, namun sekarang dia meninggalkan kita dan kita bisa semakin dekat dan lebih menyayangi orang-orang yang juga ditinggalkannya. Atau sekarang kita lebih bisa memahami bagaimana cara berbuat baik agar lebih dekat ke seseorang agar kita tidak meninggalkan orang yang kita sayangi. Kita bisa lebih dekat ke keluarga yang lain, sahabat yang lain. Masih banyak cara pandang yang lain yang menunjukkan rangkaian positif dari kejadian-kejadian yang sudah direncanakan oleh Allah.

So.. cobalah melihat dari sisi yang lain, maka kita akan menemukan hal yang berbeda dari yang selama ini kita pahami. Kita akan melihat rangkaian peristiwa yang indah dari kesedihan yang kita alami. Kita akan melihat suatu kebaikan dari peristiwa yang kita anggap buruk. Kita akan lebih merasakan Allah bersama kita dan tidak akan merasa Allah meninggalkan kita.

Kita tidak akan bisa merubah sesuatu yang telah terjadi dan jangan berharap banyak untuk mengembalikan kejadian seperti semula, namun ikhlaskan dan pasrahkan semua kejadian yang telah dan akan kita hadapi, karena kita sebenarnya sedang dalam rangkaian sulaman indah yang dilakukan oleh Allah SWT.

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani
iiih anak ummi.... lucunya....