11.30.2008

H-13

11.28.2008

11.21.2008

Kala Cinta Datang Menggoda


Author: Abu Aufa

"Jatuh cinta berjuta rasanya ...", begitu syair lagu ciptaan Titik Puspa. Konser Dewa, Atas Nama Cinta, dihadiri ribuan penggemar mereka. Album terakhir mereka pun, Cintailah Cinta pun terjual diatas 1 juta copy. Dan entah berapa banyak lagi lagu, kata, ungkapan, syair, puisi yang berbau cinta begitu mengharu biru dunia ini.

Hmm..perasaan jatuh cinta memang sukar dijelaskan dan ditebak, karena penuh dengan gejolak. Semua saran dan nasihat ditolak, bahkan nalar pun bisa terdepak oleh perasaan mabuk kepayang yang membikin rasa melayang-layang. Itulah dahsyatnya perasaan yang satu ini. Gedubrak !!!

Apakah karena itu kita tak boleh mencintai dan dicintai? Uups...tentu saja boleh, karena cinta adalah pemberian Allah SWT. Mencintai dan dicintai adalah karunia, sekaligus panggilan hidup kita. Tak pernah merasakan jatuh cinta, bukanlah manusia, karena manusia pasti merasakan cinta [QS Al Imran:14] Bahkan, cinta merupakan ruh kehidupan dan pilar untuk kelestarian ummat manusia.

Islam juga gak phobi sama yang namanya cinta kok, bahkan Islam mengakui fenomena cinta yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Namun, bukan dalam komoditas rendah dan murah lho. Artinya, tingkatan mencintai sesuatu itu ada batasnya. Jika cinta itu malah membawanya kepada perbuatan yang melanggar syariat, nah...kore wa dame da!*

Hmm...cinta itu katanya jelmaan perasaan jiwa dan gejolak hati seseorang, wuis...puitis banget! Nah, dalam Islam kalau kita merujuk QS: At Taubah 24, maka cinta dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu:

  1. Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya
  2. Cinta kepada orangtua, istri, kerabat dan seterusnya
  3. Cinta yang mengedepankan cinta harta, keluarga dan anak istri melebihi cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan Allah.

Lalu gimana dong, kalau cinta itu datang, menghampiri dan menggoda di luar pernikahan? Nah lho, puyeng deh kalo gini! Padahal cinta itu kan timbul memang dari sononya, muncul dari segi zat atau bentuknya secara manusiawi wajar untuk dicintai. Normal aja kan, jika memandang sesuatu yang indah, kita akan mengatakan bahwa itu memang indah, masa' sih dibilang jelek!

Menurut Imam Ibnu al-Jauzi, "Kecintaan, kasih sayang, dan ketertarikan terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan tidaklah merupakan hal yang tercela serta tak perlu dibuang. Namun, cinta yang melewati batas ketertarikan dan kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan membelokkan pemiliknya kepada hal yang tidak sesuai dengan hikmah yang sesungguhnya, hal seperti inilah yang tercela."

Waduh...gimana dong, lagi jatuh cinta nih! Problem...problem... mana masih kuliah, kerjaan belon ada, masih numpang ama orangtua, wah...nih cinta kok gak pengertian ya!

Kalem dong, jangan blingsatan begitu. Emangnya jatuh cinta masalah kamu aja, ya...gak lagi! Nabi Yusuf a.s. aja pernah jatuh cinta lho, bahkan kepada seseorang wanita yang telah menjadi istri seseorang. Eits...protes deh! Iya deh, kalau bukan cinta, paling gak, tertarik dan terpesona, boleh kan?

Buka deh surat Yusuf, romantika kisah beliau diceritakan dengan tuntas, awal, proses, konflik hingga klimaks dan ending-nya. Nah lho...Nabi aja bisa punya 'konflik' seperti itu, apalagi kamu, iya kan? Romantika cinta beliau bukan kacangan, atau pepesan kosong, namun apa yang dialami beliau bisa menjadi pelajaran buat kita bagaimana kalau cinta itu demen banget menggoda kita. Beliau sadar, dan mengerti betul bahwa itu terlarang, meski ada gejolak di hatinya [QS Yusuf: 24]

Namun... Kondisi di atas itu gak terjadi begitu aja lho, karena sebelumnya Nabi Yusuf a.s. pun telah berusaha untuk menolaknya saat wanita itu terus merayunya. Eh...nabi Yusuf pun dikejarnya, dan yang dikejar malah lari terbirit-birit, wuus...

Lantas apa dong pelajaran yang bisa kita ambil, saat cinta itu menggoda kita? Pelajarannya adalah:

  1. Setiap orang memiliki rasa tertarik dengan lawan jenisnya, perasaan ini manusiawi, fitrah sekaligus anugerah.
  2. Namun, gejolak itu harus diatur lho, kalau gak maka kita akan terperosok ke jurang kenistaan, karena diperbudak gejolak jiwanya. Lantas jadi merana deh, angan-angan melulu. Innan nafsa la ammaaratun bis-suu, sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak kepada kejahatan kecuali nafsu-nafsu yang diberi rahmat oleh Allah [QS Yusuf:53].
  3. Kalau kita jatuh cinta pada lawan jenis, dan mengharapkan terbalaskan cintanya, maka saat itu ada sebagian dari akal dan logika yang hilang. Sekian banyak pertimbangan akal sehat yang dipunyai jadi ngadat, gak jalan! Gak percaya? Coba deh, ntar kalau kamu tambah dewasa, udah nikah, mungkin mikir, "Kok, dulu begitu ya?", "Kok, dulu gak mikir ya?", dan "kok-kok" yang lain.
  4. Dulu waktu ngejar-ngejar, wah...dimana-mana hanya terpampang wajah dia seorang, kekasih hati. Tidur gak nyenyak, makan pun terasa gak enak, bukan karena banyak nyamuk atau lauknya gak enak, dunia ini pun hanya untuk berdua, yang lain ngontrak, ck...ck...ck... Kalau gak ketemu, rasanya gimana gichuu. Dikejar setengah mati deh, pokoke mesti dapet! Tapi begitu udah dapat, lalu masuk dunia rumah tangga, gejolak itu bisa berganti dengan rutinitas dan bisa bosan. Itulah sifat manusia, karena itu bila mencintai seseorang, cintailah sewajarnya, siapa tahu ntar kamu benci padanya. Begitu juga sebaliknya, kalau benci, bencinya yang wajar aja deh, siapa tahu ntar malah jatuh cinta :)
  5. Ingat lho, gak semua yang kita inginkan itu harus terpenuhi, kalau gak mau dibilang egois. Tidak semua cita-cita itu harus terkabul, dan tidak pula semua gejolak harus dituruti. Di dunia ini ada banyak pilihan, kalau gak dapat yang satu, pilihan lain masih banyak kan? Siapa tahu malah lebih baik. Makanya buka mata lebar-lebar, masa' sih cuma ada dia aja di dunia ini, emang yang lain kemana bo!
  6. Tidak semua yang kita anggap baik itu baik, dan tidak semua yang dianggap indah itu indah. Segala sesuatu itu pasti ada cacat dan cela-nya. Saat jatuh cinta sih, wuah...indah buanget, tiada cacat dan cela. Padahal bisa aja kan, cacat dan cela itu jauh lebih banyak dari baik dan indahnya.
  7. Akhirnya, kalau kamu udah sampai pada puncak cinta, yaitu pernikahan, ingat deh kalo puncak masalah pernikahan itu bukanlah pada siapa yang akan jadi pasangan kita, tapi gimana agar kita bisa survive di dalamnya, siapapun pasangan kita.

Semoga membantu akhi wa ukhti, jangan lupakan Allah SWT kalau antum jatuh cinta ya. Jatuh cinta-lah karena Allah SWT, karena kasih sayangnya akan meluruh ke jiwa.

Wallahu a`lam bis-shawab.

------------------------------------------------

BILA AKU JATUH CINTA

Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau

Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Amiin.

-----------------------------------------------------------

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Abu Aufa

Notes:
* in Japanese:
kore wa dame da = this is not good
aishite iru = love

Apa Kabar Cinta ??



Mencintai dan dicintai adalah hal yang diinginkan oleh setiap orang. Cinta antara orang tua dan anaknya, suami dengan istri, kakak dengan adik atau antara sesama manusia. Tak jarang beberapa benda-benda kesayang pun tak luput dari cinta kita, seperti mobil, baju, hp, komputer,dll. Semuanya manusiawi.

Namun kita perlu waspada ketika cinta kita kepada anak, istri, suami, kakak, adik dan orang tua bahkan harta benda telah membuat kita jauh atau bahkan lupa kepada Sang pemilik Cinta yang hakiki.

Saat kita menikah, kita telah dianggap telah melaksanakan 1/2 dari agama.
Artinya yang setengahnya lagi harus kita gapai bersama pasangan didalam mahligai rumah tangga. Idealnya, setelah menikah harusnya kualitas keimanan dan ibadah suami istri semakin meningkat dibandingkan saat sebelum menikah. Kalau dulu waktu masih singgle sholat fardhu sendiri, setelah menikah bisa berjama'ah bersama istri atau suami. Waktu masih sendiri susah sekali bangun malam untuk menjalankan sholat tahajud, setelah menikah ada suami atau istri yang akan membangunkan kita untuk mengajak tahajud bersama. Intinya yang dulu biasa dilakukan sendiri kini bisa dilakukan bersama dan tentunya ada yang berperan sebagai pengontrol atau pembimbing mungkin suami sebagai qowwam akan lebih berperan dalam membimbing istrinya dalam hal peningkatan kualitas ibadahnya. Mulai dari sholat bareng, tilawah bareng atau mengkaji al qur'an dan hadist bareng.

Harapannya dengan menikah maka makin terbentang luas ladang amal bagi kita, sehingga istilah menggenapkan dien untuk pernikahan itu benar adanya.

Namun tak jarang pula, saat kita mencitai makhluk atau benda membuat kita jauh atau bahkan melupakan Dia sang pemilik cinta. Misalnya, saat sebelum menikah sangat aktif dalam majelis dakwah, sholat selalu tepat waktu, tilawah setiap abis sholat magrib, tahajud pun tidak ketinggalan dan bahkan puasa sunnah senin kamis pun masih rajin dilakukan. Namun keadaan menjadi terbalik setelah menikah, sholat jadi sering telat, puasa sunah sudah jarang dilakukan, tilawah hampir tidak pernah lagi apalagi bangun tengan malam untuk tahajud.

Semuanya dilakukan diluar kesadaran kita, karena cinta kita kepada mahkluk lebih besar dari pada Sang pencipta makhluk. Mungkin bagi seorang istri kesibukan seharian bekerja atau mengurus anak bisa dijadikan excuse untuk sholat tidak tepat waktu, untuk tidak tilawah dan meninggalkan tahajud. Toh mengurus anak, suami dan rumah tangga juga merupakan ibadah.
Begitu juga bagi suami, excuse kesibukannya dalam bekerja untuk memberi nafkah anak dan istri telah membuat dia lupa untuk sholat berjama'ah, tahajud, tilawah dan bahkan peran sebagai qowwam yang harusnya dia lakukan untuk membimbing keluarganya telah terlupakan.

Tak jarang pula yang beranggapan bahwa "hubungan" suami-istri, sudah cukup memberikan nilai ibadah bagi mereka. Dengan kata lain jika ada aktifitas ibadah yang lebih ringan untuk dikerjakan kenapa harus mencari yang berat atau susah untuk dilakukan seperti tahajud, tilawah atau sholat berjama'ah.

Gambaran diatas hanya sepenggal kisah dari kecintaan kita pada makhluk melalui ikatan pernikahan. Belum lagi kecintaan kita kepada anak setelah mereka kita lahirkan. Bisa jadi kita bisa lebih jauh lagi dari Sang pemilik cinta karena cinta kita kepada anak.

Saya ingat nasehat Aa Gym dalam ceramahnya, "hati-hati jika mencintai makhluk, jangan sampai karena hadirnya makhluk cintamu kepada Sang pencipta makhluk menjadi berkurang, karena suatu saat nanti makhluk yang kamu cintai itu bisa saja diambil dari kamu"

Jadi, bagaimanakah kabar cinta Anda hari ini???
Mudah-mudahan cinta yang kita miliki membuat kita semakin cinta kepada Sang pemilik cinta bukan malah sebaliknya.

Bunda Naila
http://bundanaila.blogspot.com

Jikalau kita...."



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Jikalau kita lakukan sesuatu kar'na mengharap pujianorang, nama besar, ataupun kepopuleran, sahabatku..Yang didapat hanyalah lelah. Tenaga, fikiran ataumungkin juga uang terbuang percuma.. sementara waktuhidup tinggal sebentar, akhirnya kita pulang tinggalnama tanpa beroleh bekal sedikitpun.

Jikalau kita lakukan sesuatu kar'na mengharap uang,sungguh.., seberapa besarpun nilainya, ia tak akancukup membeli sepasang mata indahmu ataupunketentraman bathinmu.

Jikalau kita lakukan sesuatu demi seorang insan yangkita cintai, suatu saat ia akan pergi ataupunmeninggalkan kita, niscaya hampalah hidup ini, danmenyesallah jiwa ini.

Jika kita lakukan sesuatunya untuk mengharap dunia,yang kita dapat hanyalah dunia. Dan dunia akan musnah,musnah pulalah segalanya, oh.. alangkah sia-sianya,bukan?

Apakah kita mau seperti itu?..

Hidup ini memang berat, bayangkan saja, banyak sungguhwanita yang mau menjual harga dirinya, banyak sungguhmanusia yang menghalalkan segala cara untuk memperolehkeinginannya, maksiat meraja lela, musibah menderudera. Namun apakah karena sekeliling kita kotor makakita akan ikut-ikutan kotor?.. ikut-ikutan ke lembahnista?.. tidak bukan??

Biarlah mereka seperti itu jika mereka mau, janganpernah kita ikut-ikutan, malah kita harus mendo'akandan merangkul mereka ke jalan yang benar.� �Yach.. kita tak akan sanggup menghadapi dilema inijikalau tak berpegang teguh pada Al Qur'an dan sunnahRasul-Nya. Karena itu.. pupuklah keimananmu ituselalu, ibarat tanaman yang akarnya tumbuh kokohtertancap ke dalam tanah, semakin tinggi ia, semakinbanyak angin menerpa, namun tanaman tak pernah goyah.

Dan wahai para ibu.. rangkullah anak-anak kita,pendidikannya akan menentukan bagaimana arah masadepan bangsa ini selanjutnya. Dekaplah dia dengankasihmu, bimbing ia dengan cintamu, karena Allah..Dengan kekuatan cintamu dan do'a tak putus-putusnya,insya Allah kehinaan dunia ini akan mengangkat derajadanak-anak kita mulia di mata Tuhannya. Bertaqwalahdalam apapun dan bagaimanapun keadaan kita.

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Diaakan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaaq 65:2)

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiadadisangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawaqalkepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan(keperluan)nya. (QS. Ath Thalaaq 65:3)

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscayaAllah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(QS. Ath Thalaaq 65:4)

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Diaakan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. Ath Thalaaq 65:5)

Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yangbertaqwa, pahala yang diberikan-Nya adalah syurga. Demi Allah, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itutak pernah menyalahi janji-Nya.

Billaahi taufiq walhidayah
Wassalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh

Ratna Dewi (wiwi-praty, Qolbu)

11.20.2008

Sekuntum Cinta Untuk Istriku



Kasihku, Pukul 4.05, alert di hpku membangunkan. Kamu ikut bangun. Padahal, aku tahu baru pukul 23.30, kamu bisa tidur setelah berjibaku dengan kerjanya, kerja rumah tangga, urusan dua anakku, dan mengurusi aku sebagai suami. Belum lagi, pukul 01.15 terbangun untuk sebuah interupsi. Ups, rupanya kamu tak lupa menyetrika baju kantorku. Aku mandi dan shalat subuh. Kamu selesai pula menyelesaikan itu. Plus, satu stel pakaian kerjaku telah siap. Aku siap berangkat.

Ah, ada yang tertinggal rupanya. AKu lupa memandangi wajahmu pagi ini. "Nda, kamu cantik sekali hari ini," kataku memuji. Kamu tersenyum. "Bang tebak sudah berapa lama kita menikah?" Aku tergagap sebentar. Melongo. Lho, koq nanya itu. hatiku membatin. Aku berhenti sebentar dan menghitung sudah berapa lama kami bersama. Karena, perasaanku baru kemarin aku datang ke rumahmu bersama seorang ustad untuk meminangmu."Lho, baru kemarin aku datang untuk meminta kamu jadi istriku dan aku nyatakan �aku terima nikahnya dengan mas kawin sebagaimana tersebut tunai." Kataku cuek sembari mengaduk kopi hangat rasa cinta dan perhatian darinya.

Kemunculan kafein di dalam darahku memancing keluarnya hormon NOREOPHINEPHINE. Entah karenanya atau apa, yang jelas aku merasa bersemangat, senang & siap menghadapi hari. Kamu tertawa. Wuih, manis sekali. Mungkin, bila kopi yang aku sruput tak perlu gula. Cukuplah pandangi wajahnya. "Kita sudah delapan tahun Bang." Katanya memberikan tas kerjaku. "Aku berangkat yah, assalamualaikum," kataku bergeming dari kalimat terakhir yang kamu ajukan. Aku tergesa. "Hati-hati dijalan."

Sejatinya, aku ingin ngobrol terus. sayang, KRL tak bisa menunggu dan pukul 7.00 teng aku harus sudah stand by di ruang studio 95,3RASFM Jakarta. Aku di jalan bersama sejumlah perasaan. Ada sesuatu yang hilang. Mungkin benar kata Dewa, separuh nafasku hilang saat kau tidak bersamaku. Kembali wajahnya menguntit seperti hantu. Hm, cantiknya istriku. Sayang, waktu tidak berpihak kepadaku untuk lebih lama menikmatinya.

Sekilas, ketika tatapanku melongok keluar memandang tumbuhan, bangunan dan manusia yang tidak beraturan dan sangat berantakan, menyelinap dedaunan kehidupan delapan tahun lalu. Ketika tarbiyah menyentuh dan menanamkan ke hati sebuah tekad untuk menyempurnakan Dien. Bahwa Allah akan memberikan pertolongan. Bahwa rezeki akan datang walau tak selembar pun kerja kugeluti saat itu. Bahwa tak masalah menerapkan prinsip 3K (Kuliah, Kerja, Kawin).

Sungguh, kala itu kupikir hanya wanita bodoh saja yang mau menerimaku, seorang jejaka tanpa harapan dan masa depan. Tanpa kerja, apalagi punya perusahaan. Tanpa deposito dan orang tua mapan. Tanpa selembar modal ijazah sarjana yang saat itu sedang kukejar. Tanpa dukungan dari keluarga besar untuk menanggung biaya-biaya operasional. Subhanallah, nekad sekali wanita satu ini. Mau saja diajak berkelana tanpa bekal di tangan yang cukup oleh seorang laki-laki yang belum kenal betul.

Aku bukan pacarmu. Dia juga bukan pacarku. Ibarat mengarungi lautan, kami hanya punya sampan. Yang ada hanya sejumput tekad untuk menyempurnakan dien dan setangkup keyakinan bahwa Allah pasti akan bersama kita. Keyakinan itu yang semakin hari semakin berevolusi dari absurditas menjadi realitas. Sesuatu yang kalkulatif memang tidak menjadi jaminan. Sesuatu yang terpikir oleh rasio dan sel-sel otak kita tidak selamanya menjadi kenyataan, termasuk ketakutan dan kecemasan. Sungguh, it doesn't make a sense bila berpikir bagaimana kapal itu bisa dikayuh. Ternyata memang bisa.

Kutarik segepok udara untuk mengisi paru-paruku. Kurasakan syukur mendalam. Walau tanpa kerja dan orang tua mapan, �kapal'ku terus berlabuh. Bahkan, kini sudah mengarung lebih stabil dibanding dua dan tiga tahun pertama. Ternyata, memang benar. Allah akan menjamin rezeki seorang yang menikah. Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak terduga. Walaupun tetap semua janji itu muncul dengan sunatullah, kerja keras. Dan, Kerja keras itu terasa nikmat dengan doa dan dampingan seorang wanita yang rela dan ikhlas menjadi istriku. Aku berceloteh sendiri dalam diam.

Sayangku, Semakin hari berganti. Semakin hari pula aku merasakan betapa berharganya dirimu untukku. Di pelupuk mata dan hatiku, kau tidak hanya cantik. Tapi lebih jauh dari itu. Kau juga tegar. Kau mampu menjadi bahan bakar bagiku untuk bisa selalu di jalan-Nya. Dengan segala rasio dan akal, aku mencintaimu. Sayangnya, acap kali aku merasa gagal menerjemahkan substansi cintaku. Aku selalu merasa rapuh ketika menerjemahkan cintaku. Aku selalu berkata, �I Love you More than you know.� Memang kau tak pernah tahu betapa aku mencintaimu.

Ketika energi perhatian harus diberikan, saat itu pula ia lenyap. Tenggelam oleh kelelahan dan kantuk. Aku selalu tertidur di sisimu. Kelelahan dan kantuk menjadi diktator yang tidak mampu aku lawan ketika aku harus mengeluarkan energi cintaku. Sayang, maafkan aku. Karena aku berpikir, kerja keras merupakan aplikasi efektif sebuah cinta. Aku tak pernah berpikir ia akan menguras dan menyedot energi perhatian dan cinta. Dan itu realitasnya. Aku selalu gagal.

Ketika cinta berjalan dari hati ke tenggorokan, kamu selalu kehabisan nafas dan menyerah oleh kantuk. Maafkan aku yang lupa mengucapkan selamat ulang tahun di hari kelahiranmu. Aku sering lupa mengusap kepalamu ketika berangkat kerja. Aku kerap khilaf tidak memberikan tatapanku ketika kau bicara. Aku juga tidak mengerti mengapa Liputan 6 SCTV lebih menarik syaraf mataku ketimbang retina kamu. Maafkan. Bila selama ini aku berpikir itu tak bermanfaat. Aku memang terlalu rasional, monoton, kurang dimensi, pragmatis dan terlalu realistis.

Aku selalu beralasan etnical background sebagai orang Betawi yang tidak mengajarkanku tentang semua romantisme ini. Aku tahu kau menyimpan kekecewaan. Untunglah, kau bijak. Kekecewaan itu tak pernah membesar. Kamu selalu bisa mengembalikan semua keceriaan itu dengan seulas senyum yang menyelinap dibalik penat dan kelelahan. Kamu selalu berkata, �Bang, I Love You Just the way you are.� Doakan aku untuk bisa mengembalikan kembali puing-puing perhatian yang merepih ini menjadi sebuah kekuatan untuk bisa mencintaimu karena Allah. Please, berikan aku kesempatan untuk bisa terus bersamamu till death do us part. Istriku cantik sekali pagi ini. Maafkan aku tak bisa menemanimu. Namun, doa dan ridhaku selalu bersamamu. Aku akan selalu ingat kata-katamu bahwa perhatian kecil yang diberikan pada saat yang tepat akan menumbuhkan cinta yang besar.Selamat Ulang Tahun ! Maaf telat, macet di jalan.

___________
Denden Sofiudin
denden_lc@yahoo.com

11.18.2008

Puasa Tingkatkan Kualitas Sperma

08/07/2008

Bagi mereka yang berpuasa, jangan khawatir jika kualitas sperma Anda akan menurun. Justru sebaliknya, kualitas sperma secara umum akan lebih bagus.

Puasa diketahui tidak berdampak negatif terhadap kualitas sperma. Manfaat puasa terhadap kesehatan tubuh bagi pria yang sehat justru lebih bagus bahkan tidak mengurangi terjadinya konsepsi hubungan suami istri.

Manfaat kesehatan saat puasa justru meningkatkan fungsi organ reproduksi, menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh, serta meningkatkan fungsi organ tubuh. Selain itu, memberikan kesempatan bagi alat pencernaan untuk beristirahat akan membebaskan tubuh dari racun, kotoran, dan ampas yang bisa merusak kesehatan.

Dengan puasa, tubuh mampu memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker sehingga kuman-kuman tersebut tidak bisa bertahan hidup.

Yang penting dilakukan suami istri adalah tetap menjaga kebugaran saat puasa yakni mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang serta memperbanyak minum air putih.
Aturlah waktu istirahat. Usahakan tidur beberapa menit pada siang hari, saat tubuh merasakan kantuk yang berat. Hal itu dapat membantu memulihkan kesegaran tubuh dan melancarkan proses berpikir kita.

Justru hindari duduk diam atau tidur dalam jangka waktu yang lama dan bermalas-malasan karena hal itu justru akan membuat tubuh semakin lemas dan loyo.

Pernikahan = Antidepresi Alami

07/08/2008

Pernikahan ternyata bukan hanya sebuah langkah awal dalam menjalani hidup baru bersama pasangan kita, namun juga bisa menjadi antidepresi alami yang terbukti mampu mengubah kesehatan mental seseorang.

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa pernikahan dalam jangka panjang dan hubungan sosial yang berkualitas diketahui bisa mencegah risiko penyakit jantung. Jika dalam studi tersebut menggunakan pasangan usia lanjut, maka dalam studi yang terbaru kini lebih difokuskan pada semua usia, ras, pendidikan, dan juga tingkat materi.

Para peneliti dari Ohio State University, Amerika meneliti catatan medis pada lebih dari 3.000 individu dari National Survey of Families and Households, yang di ambil dari dua kali sesi wawancara dengan warga Amerika, yakni saat mereka masih single (tahun 1987-1988) dan saat mereka menikah (tahun 1992-1994).

Berdasarkan hasil wawancara dan tes medis bisa ditarik kesimpulan yaitu pada saat mereka masih single diakui bahwa mereka lebih sering mengeluh, moody dan cepat tertekan, namun setelah mereka menikah lebih dari separuh responden menyatakan banyak menemukan kebahagiaan dan kestabilan emosi.

Mereka yang depresi sebenarnya lebih membutuhkan keintiman fisik, kedekatan secara emosi, dan dukungan sosial yang banyak dijumpai dalam sebuah perkawinan. Pernikahan memang banyak memberikan keuntungan bagi mereka yang depresi karena akan membuat mereka lebih diperhatikan dan membantu meningkatkan kepercayaan diri.

11.15.2008

Bila Aku Jatuh Cinta

Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau

Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu
Amin !

COBAAN HIDUP

Dalam menempuh perjalanan hidup, setiap manusia, selama jantungnya masih berdetak, selama itu pula ia tidak akan pernah lepas dari cobaan atau ujian hidup. Selama hidup manusia, ujian dan cobaan itu akan senantiasa hadir dengan berbagai bentuk dan kadarnya. Baik itu berupa kesenangan atau keburukan

Allah, berfirman :

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (Q.S.Al Anbiya’ 35).

Dan Kami coba mereka dengan (ni`mat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).(Q.S.Al A’raaf 168).

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (Q.S.Al Baqarah 155)

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, disebutkan :

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membuat gambar empat persegi panjang dan ditengah-tengahnya ditarik suatu garis sampai ke luar, serta beliau membuat garis pendek-pendek di sebelah garis yang di tengah itu. Kemudian bersabda : “Ini adalah manusia, ini empat persegi panjang atau yang mengelilinginya adalah ajalnya dan ini garis yang berada di luar adalah cita-citanya, serta garis pendek-pendek ini adalah hambatan-hambatannya. Bila ia luput (dapat mengatasi ) hambatan yang ini maka ia akan menghadapi hambatan yang ini, dan bila ia luput (dapat mengatasi ) hambatan yang ini maka ia menghadapi hambatan yang ini.”

Ibarat seorang musafir yang tengah menempuh suatu perjalanan. Selama ia belum sampai di tempat terakhir dari tujuan perjalanannya, ia akan senantiasa bertemu dengan aneka hambatan, halangan ataupun rintangan dalam perjalanan itu.

Ujian dalam perjalanan hidup yang berbagai ragam itu, bisa berupa apa saja :

- mungkin berupa musibah, kecelakaan, kebakaran, bencana alam dengan

berbagai bentuknya (gempa bumi, banjir, gunung meletus, angin topan dsb)

- mungkin berupa kegagalan dalam perniagaan,

- mungkin berupa sakit, apakah itu dirinya atau anggota keluarganya,

- mungkin berupa kehilangan pekerjaan (phk),

- mungkin berupa himpitan hutang,

- mungkin berupa kegagalan dalam ujian,

- mungkin berupa harta yang melimpah,

- mungkin berupa jabatan yang tinggi,

- mungkin berupa kemashuran,

- mungkin kehilangan anggota keluarga,

- mungkin berupa masalah pelik dalam rumah tangga,

- mungkin berupa fitnah.yang dialami

dan berbagai bentuk ujian atau cobaan hidup lainnya.

Di dalam jenjang pendidikan sekolah, setiap jenjangnya selalu diakhiri dengan ujian. Setiap tamat suatu jenjang pendidikan, ia akan diuji dengan pelajaran-pelajaran yang selama ini ia terima, sebelum ia bisa melanjutkan kepada jenjang pendidikan berikutnya. Tanpa ujian, tentu saja ia dinyatakan tidak selesai dalam jenjang sekolah yang ia jalani. Jika ia lulus dalam ujian itu, ia baru bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi yang pelajarannya tentu lebih sulit dari pada jenjang pendidikan sebelumnya. Begitu pula soal-soal ujiannya tentu saja juga lebih sulit. Namun begitu, walau sesulit apapun, yang diujikan dalam ujian akhir dari suatu jenjang pendidikan, tentu berasal dari apa-apa yang telah diterima siswa dalam jenjang pendidikan yang dijalani selama ini. Tidak mungkin ditanyakan suatu soal dari jenjang pendidikan di atasnya. Waktu menjalani ujian akhir SD, tidak mungkin ditanyakan soal-soal dari pelajaran SMP. Waktu menjalani ujian akhir SMP, tidak mungkin ditanyakan soal-soal dari pelajaran SMA, begitu seterusnya. Penyelanggara pendidikan itu tahu seberapa tingkat kemampuan siswa dalam setiap jenjang pendidikannya.

Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan manusia, Maha Tahu seberapa kemampuan manusia dalam menerima ujian dari-Nya.

Firman-Nya

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S. Al Baqarah 286).

Kitapun berdo’a kepada-Nya, sebagaimana yang Allah tuntunkan pada manusia melalui nabi-Nya.

”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.” (Q.S.Al Baqarah 286).

Hadits :

Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya. “ ( Diriwayatkan Al Bukhary & Muslim)

Sakit kepalanya orang Mukmin atau duri yang menusuknya atau sesuatu yang menimbulkan madharat kepadanya, maka karenanya Allah akan meninggikan satu derajatnya pada hari kiamat dan mengampuni dosa-dosanya. (Diriwayatkan Ibnu Abid-Dunya. Isnadnya jayyid, rijalnya tsiqat).

Tidaklah seorang Mukmin tertusuk duri atau yang lebih kecil dari duri, melainkan ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan. (Diriwayatkan Muslim)

Dalam sehari semalam, paling tidak kita membaca surat Al Fatihah 17 kali. Di dalam bacaan surat itu, setelah kita memuji Allah yang bersifat Rahman dan Rahim, Yang menguasai seluruh alam, Yang bersifat Rahman dan Rahim, Yang Memiliki hari pembalasan, kitapun berikrar hanya kepada Allah saja kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita mohon pertolongan. Kemudian kita mohon diberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Siapakah mereka yang telah diberi nikmat oleh Allah itu ?

Mereka adalah para Nabi, shiddiiqiin, syuhada dan orang-orang saleh. (Tafsir Ibnu Katsir).

Firman Allah :

Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S.An Nisaa’ 69)

Mereka, para Nabi, shiddiiqiin, syuhada dan orang-orang saleh itu, adalah orang-orang yang perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan cobaan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan. Dari Fathimah binti Al-Yaman Radhiyallahu Anha, dia berkata, “Kami mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjenguknya bersama beberapa wanita. Ternyata di sana ada wadah air terbuat dari kulit yang digantung di bawah beliau, airnya jatuh ke dalam wadah itu dari tubuh beliau, karena panasnya sakit demam yang diderita beliau. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, andaikan engkau berdoa kepada Allah, niscaya Dia akan menyembuhkan engkau. Lalu beliau bersabda :

Sesungguhnya di antara orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang berikutnya lagi, kemudian yang berikutnya lagi, kemudian yang berkutnya lagi. (Diriwayatkan Ahmad, An-Nasa’y dan Al Hakim. Isnadnya hasan).

Nabi Ibrahim mendapat ujian yang sedemikian berat, dari sejak masa remajanya saat menghadapi kaumnya dan ayahnya yang musyrik, ketika dimasukkan dalam gejolak api, ketika diperintahkan Allah meninggalkan keluarganya di tanah yang gersang kering dan tandus tanpa teman, ketika diperintahkan Allah menyembelih putranya Nabi Ismail yang sedang menapak remaja. Namun beliau lulus dalam ujian-ujian tadi. Sehingga beliaupun mendapat gelah Khalilullah (kesayangan Allah).(Q.S.An Nisaa’ 125)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. (Q.S.Ql Baqarah 124)

Nabi Ayyub, mendapat ujian berupa sakit yang sedemikian lama. Dalam hadits dari Anas Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh Al Hakim, Al-Bazaar, Ibnu Jarir dan Ibnu Hibban, disebutkan bahwa sakitnya itu 18 tahun, sampai-sampai orang-orang yang dekat maupun yang jauh darinya tidak mau menerima kehadirannya, kecuali dua orang saudaranya yang khusus. Meskipun demikian berat ujian yang dijalaninya, beliau lulus dari ujian itu. Pada saatnya Allah mengangkat penyakitnya, beliau sembuh total dan apa-apa yang telah hilang dari beliau selama ini, Allah kembalikan bahkan diberi yang lebih baik lagi.

Allah berfirman :

(Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Q.S. Shad 42)

Sambungan ayat tersebut menyebutkan :

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.(Q.S. Shad 43), Dan Allah mendapati beliau sebagai orang yang sabar (Q.S.Shad 44)

Nabi Sulaiman diuji dengan kekayaan, kekuasan dan kemuliaan, bahkan dapat memahami bahasa binatang serta memerintah bangsa jin, serta ditundukkan bagi beliau oleh Allah angin juga segolongan syetan. Namun itu semua tidak menjadikan beliau sombong. Tatkala beliau dapat memahami percakapan semut ketika bala tentaranya melintasi tempat itu, beliau mensyukuri ni’mat itu dan berdoa sebagaimana yang diabadikan dalam Al Qur’an :

maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo`a: “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni`mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.(Q.S.An Naml 19).

Beliau mendapat pujian sebagai sebaik-baik hamba, amat taat pada Tuhannya, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat Shaad ayat 30.

Nabi Yusuf, semasa kecilnya beliau difitnah saudara-saudaranya, dimasukkan dalam sumur tua di tempat yang sangat terasing, kemudian ditemukan kafilah dagang yang tengah lewat, lalu dijual kepada pembesar Mesir dengan harga murah. Di masa remajanya, beliau diuji dengan godaan wanita cantik, kaya, berkedudukan sangat tinggi. Atas pertolongan Allah beliau lulus dari ujian itu. Firman-Nya :

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Q.S.Yusuf 24) .

Beliau lebih menyukai penjara daripada memenuhi ajakan buruk itu. Dan Allahpun mengabulkan doa Nabi Yusuf (Q.S.Yusuf 33-34). Beliau termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih (Q.S.Yusuf 24)

Begitu banyak kisah yang bertaburan dalam Al Qur’an tentang ujian dan cobaan para Rasul dan Nabi, yang tentu saja tidak mungkin diuraikan semuanya dalam kesempatan yang sangat terbatas ini.

Betapa berat ujian dan cobaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, barang kali dapat dihayati dari bunyi ayat 214 surat Al Baqarah :

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Q.S.Al Baqarah 214)

Dengan demikian, jika kita mohon kepada Allah agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus sebagaimana jalannya mereka yang telah diberi nikmat oleh Allah, maka dalam menempuh perjalanan hidup, kita harus menyadari bahwa kita tidak akan pernah lepas dari ujian dan cobaan selama menjalani kehidupan di dunia. Jika kita sabar dan tawakal kepada Allah, buahnya akan dirasakan di akhirat kelak, yang Insya Allah kita akan dipertemankan Allah dengan sebaik-baik teman, yakni para Nabi, syuhada, shidiqin, sholihin.

Jangan sampai kita mengeluh, apalagi berburuk sangka ataupun protes kepada Allah atas cobaan atau ujian yang diberikan kepada kita. Karena kita tidak tahu apa rahasia dibalik cobaan yang kita terima itu.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S.Al Baqarah 216)

Sebagai penutup, marilah kita renungkan surat Al Ashr 1 - 3

Demi masa.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran

Hukum Nyanyian dan Musik dalam Islam

Hati bagaikan seorang raja atau panglima perang yang mengawasi prajurit dan tentaranya. Dari hatilah bersumber segala perintah terhadap anggota badan.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Ketahuilah bahwa dalam tubuh ini terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh ini. Dan sebaliknya apabila ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh ini.” (HR. Bukhari 1/126 dan 4/290-Al Fath, Muslim 1599 dari Nu’man bin Basyir radliyallahu 'anhuma)

Seandainya kita mencermati kenyataan yang ada, akan jelas bagi kita bahwa nyanyian dan musik itu menghalangi hati dari (memperhatikan dan memahami) Al Qur’an. Bahkan keduanya mendorong untuk terpesona menatap kefasikan dan kemaksiatan. Oleh sebab itulah sebagian ulama menyebutkan nyanyian dan musik-musik ini bagaikan qur’an-nya syaithan atau tabir yang menghalangi seseorang hamba dari Ar Rahman. Sebagian mereka menyerupakannya dengan mantera yang menggiring orang melakukan perbuatan liwath (homoseks atau lesbian) dan zina.

Kalaupun mereka mendengar Al Qur’an (dibacakan), tidaklah berhenti gerak mereka dan ayat-ayat itu tidak berpengaruh bagi perasaannya. Sebaliknya apabila dilantunkan sebuah lagu niscaya akan masuklah nyanyian itu dengan segera ke dalam pendengarannya, terbesit dari kedua matanya ungkapan perasaannya, kakinya bergoyang-goyang, menghentak-hentak ke lantai, tangannya bertepuk gembira, dan tubuhnya meliuk menari-nari, api syahwat kerinduan dalam dirinya pun memuncak.

Hendaknya ini menjadi perhatian kita. Adakah pernah timbul rasa rindu ketika kita mendengar ayat-ayat Al Qur’an dibacakan? Pernahkah muncul perasaan (haru dan tunduk atau khusyu’) yang dalam saat kita membacanya? Coba bandingkan tatkala kita mendengarkan nyanyian dan alat musik!

Alangkah indahnya apa yang diungkapkan oleh seorang penyair :

Ketika dibacakan Al Kitab (Al Qur’an), mereka terpaku, namun bukan karena takut.

Mereka terpaku seperti orang yang lupa dan lalai.

Ketika nyanyian menghampiri, mereka berteriak bagai keledai.

Demi Allah, tidaklah mereka menari karena Allah.

Namun, kita tidak perlu berduka cita karena senantiasa dan akan terus ada orang-orang yang Allah bangkitkan di tengah-tengah manusia untuk membela dan menyelamatkan umat dengan nasihat-nasihat berharga agar tidak tertipu oleh penyimpangan yang dikerjakan oleh sebagian orang.

Dan alhamdulillah, kita telah pula diberi kesempatan oleh Allah untuk memperoleh warisan mereka berupa karya-karya yang tak terbilang jumlahnya yang sarat dengan hujjah dan dalil yang amat jelas dan gamblang bagi mereka yang mendapat taufik dari Allah ta’ala.

Dan tulisan ini akan mengungkapkan sebagian keterangan para imam pembawa petunjuk tentang jeleknya nyanyian dan musik bagi mereka yang masih menginginkan hatinya selamat, hidup, dan bercahaya sampai ia menemui Rabbnya nanti. Karena hanya itulah bekal yang bermanfaat baginya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

“(Yaitu) pada hari yang tidak berguna harta dan anak-anak kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Asy Syu’ara : 88-89)

Pengertian Al Ghina’ dan Al Ma’azif

Imam Ahmad Al Qurthubi menyatakan dalam Kasyful Qina’ halaman 47 : “Al ghina’ secara bahasa adalah meninggikan suara ketika bersyair atau yang semisal dengannya (seperti rajaz secara khusus).
Di dalam Al Qamus (halaman 1187), al ghina’ dikatakan sebagai suara yang diperindah.”

Imam Ahmad Al Qurthubi melanjutkan bahwa sebagian dari imam-imam kita ada yang menceritakan tentang nyanyian orang Arab berupa suara yang teratur tinggi rendah atau panjang pendeknya, seperti al hida’, yaitu nyanyian pengiring unta dan dinamakan juga dengan an nashab (lebih halus dari al hida’). (Lihat Kasyful Qina’ oleh Imam Ahmad Al Qurthubi 47 dan Al Qamus halaman 127)

Al ma’azif adalah jamak dari mi’zaf.

Dalam Al Muhieth halaman 753, kata ini diartikan sebagai al malahi (alat-alat musik dan permainan-permainan), contohnya al ‘ud (sejenis kecapi), ath thanbur (gitar atau rebab). Sedangkan dalam An Nihayah diartikan dengan duf-duf.

Dikatakan pula al ‘azif artinya al mughanni (penyanyi) dan al la’ibu biha (yang memainkannya). (Tahrim ‘alath Tharb, Syaikh Al Albani halaman 79)

Ibnul Qayyim dalam Mawaridul Aman halaman 330 menyatakan bahwa al ma’azif adalah seluruh alat musik atau permainan. Dan ini tidak diperselisihkan lagi oleh ahli-ahli bahasa.

Imam Adz Dzahabi dalam As Siyar 21/158 dan At Tadzkirah 2/1337 memperjelas definisi ini dengan mengatakan bahwa al ma’azif mencakup seluruh alat musik maupun permainan yang digunakan untuk mengiringi sebuah lagu atau syair. Contohnya : Seruling, rebab, simpal, terompet, dan lain-lain. (Lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 79)

Bentuk-Bentuk Dan Jenis Al Ghina’

Dengan definisi yang telah disebutkan ini, para ulama membagi al ghina’ menjadi dua kelompok :

Nyanyian yang pertama, seperti yang sering kita temukan dalam berbagai aktivitas manusia sehari-hari, dalam perjalanan, pekerjaan mengangkut beban, dan sebagainya. Sebagian di antara mereka ada yang menghibur dirinya dengan bernyanyi untuk menambah gairah dan semangat (kerajinan), menghilangkan kejenuhan, dan rasa sepi.

Contoh yang pertama ini di antaranya al hida’, lagu yang dinyanyikan oleh sebagian kaum wanita untuk menenangkan tangis dan rengekan buah hati mereka atau nyanyian gadis-gadis kecil dalam sendau gurau dan permainan mereka, wallahu a’lam. (Kaffur Ri’a’ halaman 59-60, Kasyful Qina’ halaman 47-49)

Disebutkan pula oleh sebagian ulama bahwa termasuk yang pertama ini adalah selamat atau bersih dari penyebutan kata-kata yang keji, hal-hal yang diharamkan seperti menggambarkan keindahan bentuk atau rupa seorang wanita, menyebut sifat atau nama benda-benda yang memabukkan. Bahkan sebagian ulama ada pula yang menganggapnya sebagai sesuatu yang dianjurkan (mustahab) apabila nyanyian itu mendorong semangat untuk giat beramal, menumbuhkan hasrat untuk memperoleh kebaikan, seperti syair-syair ahli zuhud (ahli ibadah) atau yang dilakukan sebagian shahabat, seperti yang terjadi dalam peristiwa Khandaq :

Ya Allah, jika bukan karena Engkau tidaklah kami terbimbing.

Dan tidak pula bersedekah dan menegakkan shalat.

Maka turunkanlah ketenangan kepada kami.

Dan kokohkan kaki kami ketika menghadapi musuh.

Dan yang lain, misalnya :

Jika Rabbku berkata padaku.

Mengapa kau tidak merasa malu bermaksiat kepada-Ku.

Kau sembunyikan dosa dari makhluk-Ku.

Tapi dengan kemaksiatan kau menemui Aku.

Imam Ahmad Al Qurthubi dalam Kasyful Qina’ halaman 48 yang menyebutkan bahwa yang seperti ini termasuk nasihat yang berguna dan besar ganjarannya.

Demikian pula yang dikatakan Imam Al Mawardi bahwa syair-syair yang diungkapkan oleh orang-orang Arab lebih disukai apabila syair itu mampu menumbuhkan rasa waspada terhadap tipuan atau rayuan dunia, cinta kepada akhirat, dan mendorong kepada akhlak yang mulia. Kesimpulannya, syair seperti ini boleh jika selamat atau bebas dari kekejian dan kebohongan. (Kaffur Ri’a’ halaman 50)

Nyanyian di kalangan orang Arab waktu itu seperti al hida’, an nashbur, dan sebagainya yang biasa mereka lakukan tidak mengandung sesuatu yang mendorong keluar dari batas-batas yang telah ditentukan. (Lihat Muntaqa Nafis min Talbis Iblis oleh Syaikh Ali Hasan halaman 290)

Nyanyian yang kedua, seperti yang dilakukan para biduwan atau biduwanita (para penyanyi, artis, pesinden, dan sebagainya) yang mengenal seluk beluk gubahan (nada dan irama) suatu lagu, dari rangkaian syair, kemudian mereka dendangkan dengan nada atau irama yang teratur, halus, lembut, dan menyentuh hati, membangkitkan gejolak nafsu, serta menggairahkannya.

Nyanyian seperti (yang kedua) inilah yang sesungguhnya diperselisihkan para ulama, sehingga mereka terbagi dalam tiga kelompok, yaitu : Yang mengharamkan, memakruhkan, dan yang membolehkan. (Kasyfu Qina’ halaman 50)

Hujjah Dan Dalil Kelompok Yang Mengharamkan Dan Memakruhkan

Senantiasa akan ada di kalangan umat ini segelintir orang yang menegakkan Islam, menasihati umat agar tetap berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan yang dipahami oleh para shahabat, tabi’in, dan pengikut-pengikut mereka serta imam-imam pembawa petunjuk.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Senantiasa akan ada segolongan dari umatku menampakkan al haq, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan mereka dan menyelisihi mereka sedang mereka teguh di atasnya.” (HR. Bukhari 7311 dan Muslim 170, 1920 dan Abu Dawud 4772 dan At Tirmidzi 1418, 1419, 1421)

Dan mereka dengan lantang menyeru tanpa takut terhadap celaan para pencela.

Dalil-Dalil Dari Al Qur’an

1. Firman Allah Ta’ala :

“Dan di antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadits untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan, bagi mereka siksa yang menghinakan.” (QS. Luqman : 6)

Al Wahidi dalam tafsirnya menyatakan bahwa kebanyakan para mufassir mengartikan “lahwal hadits” dengan “nyanyian”.

Penafsiran ini disebutkan oleh Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu. Dan kata Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya, Jami’ Ahkamul Qur’an, penafsiran demikian lebih tinggi dan utama kedudukannya.
Hal itu ditegaskan pula oleh Imam Ahmad Al Qurthubi, Kasyful Qina’ halaman 62, bahwa di samping diriwayatkan oleh banyak ahli hadits, penafsiran itu disampaikan pula oleh orang-orang yang telah dijamin oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan doa beliau :

“Ya Allah, jadikanlah dia (Ibnu Abbas) faham terhadap agama ini dan ajarkanlah dia ta’wil (penafsiran Al Qur’an).” (HR. Bukhari 4/10 dan Muslim 2477 dan Ahmad 1/266, 314, 328, 335)

Dengan adanya doa ini, para ulama dari kalangan shahabat memberikan gelar kepada Ibnu Abbas dengan Turjumanul Qur’an (penafsir Al Qur’an).

Juga pernyataan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang Ibnu Mas’ud :

“Sesungguhnya ia pentalkin[1] yang mudah dipahami.” (Kasyfu Qina’ halaman 62)

Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa “lahwul hadits” itu adalah al ghina’. “Demi Allah, yang tiada sesembahan yang haq selain Dia, diulang-ulangnya tiga kali.”

Riwayat ini shahih dan telah dijelaskan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 143.

Demikian pula keterangan ‘Ikrimah dan Mujahid.

Al Wahidi dalam tafsirnya (Al Wasith 3/411) menambahkan : “Ahli Ilmu Ma’ani menyatakan, ini termasuk semua orang yang cenderung memilih permainan dan al ghina’ (nyanyian), seruling-seruling, atau alat-alat musik daripada Al Qur’an, meskipun lafadhnya dengan kata al isytira’, sebab lafadh ini banyak dipakai dalam menerangkan adanya penggantian atau pemilihan.” (Lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 144-145)

2. Firman Allah ta’ala :

“Dan hasunglah siapa saja yang kau sanggupi dari mereka dengan suaramu.” (QS. Al Isra’ : 65)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa “suaramu” dalam ayat ini artinya adalah segala perkara yang mengajak kepada kemaksiatan. Ibnul Qayyim menambahkan bahwa al ghina’ adalah da’i yang paling besar pengaruhnya dalam mengajak manusia kepada kemaksiatan. (Mawaridul Aman halaman 325)

Mujahid --dalam kitab yang sama-- menyatakan “suaramu” di sini artinya al ghina’ (nyanyian) dan al bathil (kebathilan). Ibnul Qayyim menyebutkan pula keterangan Al Hasan Bashri bahwa suara dalam ayat ini artinya duff (rebana), wallahu a’lam.

3. Firman Allah ta’ala :

“Maka apakah terhadap berita ini kamu merasa heran. Kamu tertawa-tawa dan tidak menangis? Dan kamu bernyanyi-nyanyi?” (QS. An Najm : 59-61)

Kata ‘Ikrimah --dari Ibnu Abbas--, as sumud artinya al ghina’ menurut dialek Himyar. Dia menambahkan : “Jika mendengar Al Qur’an dibacakan, mereka bernyanyi-nyanyi, maka turunlah ayat ini.”

Ibnul Qayyim menerangkan bahwa penafsiran ini tidak bertentangan dengan pernyataan bahwa as sumud artinya lalai dan lupa. Dan tidak pula menyimpang dari pendapat yang mengatakan bahwa arti “kamu bernyanyi-nyanyi” di sini adalah kamu menyombongkan diri, bermain-main, lalai, dan berpaling. Karena semua perbuatan tersebut terkumpul dalam al ghina’ (nyanyian), bahkan ia merupakan pemicu munculnya sikap tersebut. (Mawaridul Aman halaman 325)

Imam Ahmad Al Qurthubi menyimpulkan keterangan para mufassir ini dan menyatakan bahwa segi pendalilan diharamkannya al ghina’ adalah karena posisinya disebutkan oleh Allah sebagai sesuatu yang tercela dan hina. (Kasyful Qina’ halaman 59)

Dalil-Dalil Dari As Sunnah

1. Dari Abi ‘Amir --Abu Malik-- Al Asy’ari, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :

“Sungguh akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menganggap halalnya zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik … .” (HR. Bukhari 10/51/5590-Fath)

2. Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :

“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yang mereka namakan dengan nama-nama lain, kepala mereka bergoyang-goyang karena alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita, maka Allah benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305, Al Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain. Lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 45-46)

3. Dari Anas bin Malik berkata :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Dua suara terlaknat di dunia dan di akhirat : “Seruling-seruling (musik-musik atau nyanyian) ketika mendapat kesenangan dan rintihan (ratapan) ketika mendapat musibah.” (Dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya, juga Abu Bakar Asy Syafi’i, Dliya’ Al Maqdisy, lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 51-52)

4. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya saya tidak melarang (kamu) menangis, tapi saya melarangmu dari dua suara (yang menunjukkan) kedunguan dan kejahatan, yaitu suara ketika gembira, yaitu bernyanyi-nyanyi, bermain-main, dan seruling-seruling syaithan dan suara ketika mendapat musibah, memukul-mukul wajah, merobek-robek baju, dan ratapan-ratapan syaithan.” (Dikeluarkan oleh Al Hakim, Al Baihaqi, Ibnu Abiddunya, Al Ajurri, dan lain-lain, lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 52-53)

5. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagiku --atau mengharamkan-- khamr, judi, al kubah (gendang), dan seluruh yang memabukkan haram.” (HR. Abu Dawud, Al Baihaqi, Ahmad, Abu Ya’la, Abu Hasan Ath Thusy, Ath Thabrani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 55-56)

6. Dari ‘Imran Hushain ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Akan terjadi pada umatku, lemparan batu, perubahan bentuk, dan tenggelam ke dalam bumi.” Dikatakan : “Ya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kapan itu terjadi?” Beliau menjawab : “Jika telah tampak alat-alat musik, banyaknya penyanyi wanita, dan diminumnya khamr-khamr.” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi, Ibnu Abiddunya, dan lain-lain, lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 63-64)

7. Dari Nafi’ maula Ibnu ‘Umar, ia bercerita bahwa Ibnu ‘Umar pernah mendengar suara seruling gembala lalu (‘Umar) meletakkan jarinya di kedua telinganya dan pindah ke jalan lain dan berkata : “Wahai Nafi’, apakah engkau mendengar?” Aku jawab : “Ya.” Dan ia terus berjalan sampai kukatakan tidak. Setelah itu ia letakkan lagi tangannya dan kembali ke jalan semula. Lalu beliau berkata :

“Kulihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendengar suling gembala lalu berbuat seperti ini.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 4925 dan Baihaqi 10/222 dengan sanad hasan)

Imam Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis (Muntaqa Nafis halaman 304) mengomentari hadits ini sebagai berikut : “Jika seperti ini yang dilakukan mereka terhadap suara-suara yang tidak menyimpang dari sikap-sikap yang lurus, maka bagaimanakah dengan nyanyian dan musik-musik orang jaman sekarang (jaman beliau rahimahullah, apalagi di jaman kita, pent.)?”

Dan Imam Ahmad Al Qurthubi dalam Kasyful Qina’ halaman 69 menyatakan : “Bahwa pendalilan dengan hadits-hadits ini dalam mengatakan haramnya nyanyian dan alat-alat musik, hampir sama dengan segi pendalilan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Bahkan dalam hadits-hadits ini disebutkan lebih jelas dengan adanya laknat bagi penyanyi maupun yang mendengarkanya.”

Di dalam hadits pertama, Imam Al Jauhari menyatakan bahwa dalam hadits ini, digabungkannya penyebutan al ma’azif dengan khamr, zina, dan sutera menunjukkan kerasnya pengharaman terhadap alat-alat musik dan sesungguhnya semua itu termasuk dosa-dosa besar. (Kasyful Qina’ halaman 67-69)
Atsar ‘Ulama Salaf
Ibnu Mas’ud menyebutkan : “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan tanaman.” Ini dikeluarkan oleh Ibnu Abiddunya dan dikatakan shahih isnadnya oleh Syaikh Al Albani dalam Tahrim ‘alath Tharb (halaman 145-148), ucapan seperti ini juga dikeluarkan oleh Asy Sya’bi dengan sanad yang hasan.

Dalam Al Muntaqa halaman 306, Ibnul Jauzi menyebutkan pula bahwa Ibnu Mas’ud berkata : “Jika seseorang menaiki kendaraan tanpa menyebut nama Allah, syaithan akan ikut menyertainya dan berkata, ‘bernyanyilah kamu!’ Dan apabila ia tidak mampu memperindahnya, syaithan berkata lagi : ‘Berangan-anganlah kamu (mengkhayal)’.” (Dikeluarkan oleh Abdul Razzaq dalam Al Mushannaf 10/397 sanadnya shahih)

Pada halaman yang sama beliau sebutkan pula keterangan Ibnu ‘Umar ketika melewati sekelompok orang yang berihram dan ada seseorang yang bernyanyi, ia berkata : Beliau berkata : “Ketahuilah, Allah tidak mendengarkanmu!” Dan ketika melewati seorang budak perempuan bernyanyi, ia berkata : “Jika syaithan membiarkan seseorang, tentu benar-benar dia tinggalkan budak ini.”

Dalam kitab yang sama beliau (Ibnul Jauzi) melanjutkan : Al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr ditanya tentang nyanyian. Ia menjawab : “Saya melarangmu dari nyanyian dan membencinya untukmu.” Orang itu bertanya : “Apakah nyanyian itu haram?” Al Qasim menukas : “Wahai anak saudaraku, jika Allah memisahkan al haq (kebenaran) dan al bathil (kebathilan) pada hari kiamat, maka di manakah nyanyian itu berada?”

Ibnu Abbas juga pernah ditanya demikian dan balik bertanya : “Bagaimana pendapatmu jika al haq dan al bathil datang beriringan pada hari kiamat, maka bersama siapakah al ghina’ (nyanyian) itu?” Si penanya menjawab : “Tentu saja bersama al bathil.” Kemudian Ibnu Abbas berkata : “(Benar) pergilah! Engkau telah memberikan fatwa (yang tepat) untuk dirimu.” Dan Ibnul Qayyim menerangkan bahwa jawaban Ibnu Abbas ini berkenaan dengan nyanyian orang Arab yang bebas dan bersih dari pujian-pujian dan penyebutan terhadap minuman keras atau hal-hal yang memabukkan, zina, homoseks, atau lesbian, juga tidak mengandung ungkapan mengenai bentuk dan rupa wanita yang bukan mahram dan bebas pula dari iringan musik, baik yang sederhana sekalipun, seperti ketukan-ketukan ranting, tepukan tangan, dan sebagainya.

Dan tentunya jawaban beliau ini akan lebih keras dan tegas seandainya beliau melihat kenyataan yang ada sekarang ini.

Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid mengomentari jawaban ini dan menyatakan bahwa jawaban ini (jawaban Al Qasim dan Ibnu Abbas) adalah jawaban bijak dan sangat tepat. (Lihat Muntaqa Nafis halaman 306)

Ibnu Baththah Al Ukbari (ketika ditanya tentang mendengarkan nyanyian) berkata : “Saya melarangnya, saya beritahukan padanya bahwa mendengarkan nyanyian itu diingkari oleh ulama dan dianggap baik oleh orang-orang tolol. Yang melakukannya adalah orang-orang sufi yang dinamai para oleh muhaqqiq sebagai orang-orang Jabriyah. Mereka adalah orang-orang yang rendah kemauannya, senang mengadakan bid’ah, menonjol-nonjolkan kezuhudan, … .” (Muntaqa Nafis halaman 308)

Asy Sya’bi mengatakan bahwa orang-orang yang bernyanyi dan yang (mengundang) penyanyi untuk dirinya pantas untuk dilaknat. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abiddunya, lihat Kasyful Qina’ halaman 91 dan Muntaqa Nafis min Talbis Iblis halaman 306)

Fudhail bin ‘Iyadl mengatakan bahwa al ghina’ (nyanyian) adalah mantera zina. (Kasyful Qina’ halaman 90 dan Mawaridul Aman halaman 318)

Dalam kitab yang sama (halaman 318), disebutkan pula nasihat Yazid Ibnul Walid kepada pemuka-pemuka Bani Umayah : “Wahai Bani Umayah, hati-hatilah kamu terhadap al ghina’, sebab ia mengurangi rasa malu, menghancurkan kehormatan dan harga diri, dan menjadi pengganti bagi khamr, sehingga pelakunya akan berbuat sebagaimana orang yang mabuk khamr berbuat. Oleh karena itu, kalau kamu merasa tidak dapat tidak (mesti) bernyanyi juga, jauhilah perempuan, karena nyanyian itu mengajak kepada perzinaan.”

Adl Dlahhak menegaskan : “Nyanyian itu menyebabkan kerusakan bagi hati dan mendatangkan murka Allah.” (Muntaqa Nafis halaman 307)

Dalam kitab yang sama, Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada guru-guru anaknya : “Hendaklah yang pertama kau tanamkan dalam pendidikan akhlaknya adalah benci pada alat-alat musik, karena awalnya (permainan musik itu) adalah dari syaithan dan kesudahannya adalah kemurkaan Ar Rahman Azza wa Jalla.”

Imam Abu Bakar Ath Thurthusi dalam khutbah (kata pengantar) kitabnya, Tahrimus Sima’, menyebutkan :

[ … oleh karena itu saya pun ingin menjelaskan yang haq dan mengungkap syubhat-syubhat yang bathil dengan hujjah dari Al Qur’an dan As Sunnah. Akan saya mulai dengan perkataan para ulama yang berhak mengeluarkan fatwa ke seluruh penjuru dunia agar orang-orang yang selama ini secara terang-terangan menampakkan kemaksiatan (bernyanyi dan bermain musik) sadar bahwa mereka telah teramat jauh menyimpang dari jalan kaum Mukminin. Allah ta’ala berfirman :

“Dan siapa yang menentang Rasul setelah jelas bagi mereka petunjuk serta mengikuti jalan yang bukan jalannya kaum Mukminin, Kami biarkan dia memilih apa yang diingini nafsunya dan Kami masukkan dia ke jahanam sedangkan jahanam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. An Nisa’ : 115) ]

Selanjutnya beliau (Imam Ath Thurthusi) menyebutkan bahwa Imam Malik melarang adanya nyanyian dan mendengarkannya. Menurut Imam Malik, apabila seseorang membeli budak wanita dan ternyata ia penyanyi, hendaklah segera dikembalikan, sebab hal itu merupakan aib. Ketika beliau ditanya tentang adanya rukhshah (keringanan) yang dilakukan (sebagian) penduduk Madinah, beliau menjawab : “Yang melakukannya (bernyanyi dan bermain musik) di kalangan kami adalah orang-orang fasik.”

Imam Abu Hanifah dan Ahli Bashrah maupun Kufah, seperti Sufyan Ats Tsauri, Hammad, Ibrahim An Nakha’i, Asy Sya’bi, dan lain-lain membenci al ghina’ dan menggolongkannya sebagai suatu dosa dan hal ini tidak diperselisihkan di kalangan mereka. Madzhab Imam Hanafi ini termasuk madzhab yang sangat keras dan pendapatnya paling tegas dalam perkara ini. Hal ini ditunjukkan pula oleh shahabat-shahabat beliau yang menyatakan haramnya mendengarkan alat-alat musik, walaupun hanya ketukan sepotong ranting. Mereka menyebutnya sebagai kemaksiatan, mendorong kepada kefasikan, dan ditolak persaksiannya.

Intisari perkataan mereka adalah : Sesungguhnya mendengar nyanyian dan musik adalah kefasikan dan bersenang-senang menikmatinya adalah kekufuran. Inilah perkataan mereka meskipun dengan meriwayatkan hadits-hadits yang tidak tepat apabila dinisbatkan (disandarkan) kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Mereka (ulama madzhab Hanafi) juga menyeru agar seseorang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk tidak mendengarkan jika melewatinya atau jika bunyi musik itu kebetulan berada di rumah tetangganya. Hal ini pernah dilakukan Abu Yusuf ketika mendengar ada yang bernyanyi dan bermain musik di sebuah rumah, beliau berkata : “Masuklah dan tidak perlu ijin, karena mencegah kemungkaran adalah fardlu (wajib). Maka jika tidak boleh masuk tanpa ijin, terhalanglah bagi manusia menegakkan kewajiban ini.”

Kemudian Imam Ath Thurthusi melanjutkan pula keterangannya bahwa Imam Syafi’i dalam kitab Al Qadla, Al Umm (6/214) menegaskan sesungguhnya al ghina’ adalah permainan yang dibenci dan menyerupai kebathilan bahkan merupakan sesuatu yang mengada-ada. Siapa yang terus-menerus (sering) bernyanyi maka ia adalah orang dungu dan ditolak persaksiannya.

Para shahabat Imam Syafi’i yang betul-betul memahami ucapan dan istinbath (pengambilan kesimpulan dari dalil), madzhab beliau dengan tegas menyatakan haramnya nyanyian dan musik dan mereka mengingkari orang-orang yang menyandarkan kepada beliau (Imam Syafi’i) mengenai penghalalannya. Di antara mereka adalah Qadly Abu Thayyib Ath Thabari, Syaikh Abi Ishaq, dan Ibnu Shabbagh. Demikian pernyataan Imam Ath Thurthusi rahimahullah. (Mawaridul Aman Muntaqa min Ighatsati Lahfan halaman 301)

Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa Imam Ibnu Shalah dalam fatwanya menyatakan :

“Adapun yang perlu diketahui dalam permasalahan ini adalah bahwa sesungguhnya duf (rebana), alat musik tiup, dan nyanyian-nyanyian, jika terkumpul (dilakukan/dimainkan secara bersamaan) maka mendengarkannya haram, demikian pendapat para imam madzhab dan ulama-ulama Muslimin lainnya. Dan tidak ada keterangan yang dapat dipercaya dari seseorang yang ucapannya diikuti (jadi pegangan) dalam ijma’ maupun ikhtilaf bahwa ia (Imam Syafi’i) membolehkan keduanya (nyanyian dan musik).

Adapun persaksian yang dapat diterima beritanya dari shahabat-shahabat beliau adalah dalam permasalahan ‘bagaimana hukum masing-masingnya bila berdiri sendiri, terompet sendiri, duff sendiri?’ Maka siapa saja yang tidak memiliki kemampuan mendapatkan keterangan rinci tentang hal ini dan tidak memperhatikannya dengan teliti, bisa jadi akan meyakini adanya perselisihan di kalangan ulama madzhab Syafi’i dalam mendengar seluruh alat-alat musik ini. Hal ini adalah kekeliruan yang nyata dan oleh sebab itu, hendaknya ia mendatangkan dalil-dalil syar’i dan logis. Sebab tidaklah semua perselisihan itu melegakan dan bisa jadi pegangan. Maka siapa saja yang meneliti adanya perselisihan ulama dalam suatu persoalan dan mengambil keringanan (rukhshah) dari pendapat-pendapat mereka, berarti ia terjerumus dalam perbuatan zindiq atau bahkan hampir menjadi zindiq.” (Mawaridul Aman 303)

Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Atsari hafidhahullah mengomentari pernyataan Ibnul Qayyim ini dengan menukil riwayat Al Khalal (dalam Al Amru bil Ma’ruf) dari Sulaiman At Taimy yang mengatakan : “Kalau kamu mengambil setiap keringanan (rukhshah) dari seorang alim atau kekeliruannya, berarti telah terkumpul pada dirimu seluruh kejahatan.” (Lihat Mawaridul Aman halaman 303)

Diriwayatkan dari Imam Syafi’i secara mutawatir bahwa beliau berkata : “Saya tinggalkan di Baghdad sesuatu yang diada-adakan oleh orang-orang zindiq, mereka menamakannya at taghbir dan menghalangi manusia --dengannya-- dari Al Qur’an.” (Juz’uttiba’ As Sunan Wajtinabil Bida’ oleh Dliya’ Al Maqdisi dalam Mawaridul Aman halaman 304)

Ditambahkan pula oleh Abu Manshur Al Azhari (seorang imam ahli lughah dan adab bermadzhab Syafi’i, wafat tahun 370 H) : “Mereka menamakan suara yang mereka perindah dengan syair-syair dalam berdzikrullah ini dengan taghbir, seakan-akan mereka bernyanyi ketika mengucapkannya dengan irama yang indah, kemudian mereka menari-nari lalu menamakannya mughbirah.” (Talbis Iblis halaman 230 dalam Kasyful Qina’ halaman 54)

Maka kalaulah seperti ini ucapan beliau terhadap at taghbir dengan ‘illahnya (alasan) karena menghalangi manusia dari Al Qur’an, --padahal at taghbir itu berisi syair-syair yang mendorong untuk zuhud (tidak butuh) terhadap dunia, para penyanyi mendendangkannya sementara hadirin mengetuk-ngetuk sesuatu atau dengan mendecakkan mulut sesuai irama lagu--, maka bagaimana pula ucapan beliau apabila mendengar nyanyian yang ada di jaman ini, at taghbir bagi beliau bagai buih di lautan dan meliputi berbagai kejelekan bahkan mencakup segala perkara yang diharamkan?!

Adapun madzhab Imam Ahmad sebagaimana dikatakan Abdullah, puteranya : “Saya bertanya pada ayahku tentang al ghina’ menumbuhkan kemunafikan dalam hati, ini tidaklah mengherankanku.” (Lihat Mawaridul Aman 305)

Pada kesempatan lain, beliau berkata : “Saya membencinya. Nyanyian itu adalah bid’ah yang diada-adakan. Jangan bermajelis dengan mereka (penyanyi).” (Talbis Iblis halaman 228 dalam Kasyful Qina’ halaman 52)

Ibnul Jauzi menerangkan : “Sesungguhnya nyanyian itu mengeluarkan manusia dari sikap lurus dan merubah akalnya. Maksudnya, jika seseorang bernyanyi (bermain musik), berarti ia telah melakukan sesuatu yang membuktikan jeleknya kesehatan akalnya, misalnya menggoyang-goyangkan kepalanya, bertepuk tangan, menghentak-hentakkan kaki ke tanah. Dan ini tidak berbeda dengan perbuatan orang-orang yang kurang akalnya, bahkan sangat jelas bahwa nyanyian mendorong sekali ke arah itu, bahkan perbuatannya itu seperti perbuatan pemabuk. Oleh sebab itu, pantas kalau larangan keras ditujukan terhadap nyanyian.” (Muntaqa Nafis 307)

Ibnul Qayyim pun menjelaskan dalam Mawaridul Aman halaman 320-322 : “Sesungguhnya ucapan Ibnu Mas’ud yang telah disebutkan tadi menunjukkan dalamnya pemahaman shahabat tentang keadaan hati, amalan-amalannya, sekaligus jelinya mereka terhadap penyakit hati dan obat-obatnya. Dan sungguh, mereka adalah suatu kaum yang merupakan dokter-dokter hati, mereka mengobati penyakit-penyakit hati dengan obat terbesar dan paling ampuh.”

Beliau melanjutkan : “Ketahuilah bahwa nyanyian bagaikan angin panas yang mempunyai pengaruh amat kuat dalam menebarkan bibit-bibit kemunafikan. Dan kemunafikan tersebut akan tumbuh dalam hati bagaikan tumbuhnya tanaman dengan air.”

Inti pernyataan ini adalah nyanyian itu melalaikan hati dan menghalanginya dari Al Qur’an dalam upaya pemahaman serta pengamalannya. Karena sesungguhnya Al Qur’an dan al ghina’ tidak akan bersatu dalam sebuah hati, selamanya. Ya, karena keduanya memiliki berbagai perbedaan yang menyolok dan sangat bertolak belakang. Al Qur’an mencegah kita untuk memperturutkan hawa nafsu, menganjurkan kita menjaga kehormatan dan harga diri sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya yang mulia, juga mengajak kita menjauhi dorongan-dorongan (syahwat) dan keinginan hawa nafsu serta berbagai sebab kesesatan lainnya. Al Qur’an juga melarang kita mengikuti dan meniru langkah-langkah syaithan. Sedangkan al ghina’ mengajak kita pada kebalikan dari yang diperintahkan dan dicegah oleh Al Qur’an. Bahkan al ghina’ memperindah pandangan kita terhadap syahwat dan hawa nafsu, mempengaruhi yang tersembunyi sekalipun dan menggerakkannya kepada seluruh kejelekan serta mendorongnya untuk menuju kepada hal-hal yang (dianggap) menyenangkan.

Oleh karena itu, ketika kita melihat seorang yang memiliki kedudukan terhormat, kewibawaan, dan kecermelangan akal, serta keindahan iman dan keagungan Islam, dan manisnya Al Qur’an akan tetapi ia senang mendengarkan nyanyian dan cenderung kepadanya, berkuranglah akalnya dan rasa malu dalam dirinya pun mulai menipis, wibawanya lenyap, bahkan kecermelangan akalnya telah pula menjauhinya,. Akibatnya syaithan bergembira menyambut keadaan ini. Imannya pun mengeluh dan mengadukannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan akhirnya Al Qur’an menjadi sesuatu yang berat baginya. Lalu ia (iman itu) berdoa kepada Rabbnya : “Ya Rabbku, jangan Kau kumpulkan aku dengan musuh-Mu dalam hati (dada) yang sama.”

Akhirnya, ia akan menganggap baik hal-hal yang dianggapnya jelek sebelum ia mendengarkan nyanyian dan membuka sendiri rahasia yang pernah dia sembunyikan. Setelah itu ia pun mulai berpindah dari keadaan dirinya yang semula penuh dengan kewibawaan dan ketenangan menjadi orang yang banyak bicara dan berdusta, menggoyang-goyangkan kepala, bahu, menghentakkan kakinya ke bumi, mengetuk-ngetuk kepala, melompat-lompat dan berputar-putar bagai keledai, bertepuk tangan seperti perempuan, bahkan kadang merintih bagai orang yang sangat berduka atau berteriak layaknya orang gila.

Sebagian orang-orang arif berkata : “Mendengar nyanyian mewariskan kemunafikan pada suatu kaum, dusta, kekafiran, dan kebodohan.”

Warisan yang paling besar pengaruhnya akibat nyanyian adalah rasa rindu (asyik) terhadap bayangan (gambaran khayal), menganggap baik segala kekejian, dan apabila ini terus berlanjut, akan menyebabkan Al Qur’an menjadi berat di hati, bahkan menimbulkan rasa benci apabila mendengarnya secara khusus.

Oleh sebab itu, jika hal yang seperti ini bukan kemunafikan, apalagi yang dikatakan hakikat kemunafikan itu? Demikian keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah.

Adapun rahasia penting tentang hakikat kemunafikan adalah perbedaan atau perselisihan yang nyata antara lahir dan bathin. (Mawaridul Aman halaman 322)

Penyanyi maupun yang mendengarkannya berada di antara dua kemungkinan. Bisa jadi dia akan membuka kedoknya berbuat terang-terangan sehingga jadilah ia orang yang durhaka. Atau di samping bernyanyi, ia juga menampakkan ibadahnya, akibatnya jadilah ia seorang yang munafik.

Dalam hal terakhir ini, ia menampakkan rasa cintanya kepada Allah dan kampung akhirat, sementara hatinya mendidih oleh gelegak syahwat, kecintaan terhadap perkara yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu suara alat-alat musik dan permainan-permainan lainnya, serta hal-hal yang diserukan oleh nyanyian. Hatinya pun penuh dengan kejelekan itu dan kosong atau sepi dari rasa cinta terhadap apa yang dicintai Allah dan Rasul-nya. Inilah intinya nifak.

Juga seperti yang telah kita sepakati bahwa iman adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Tentunya perkataan dan perbuatan yang haq (taat). Padahal iman itu hanya tumbuh di atas dzikrullah dan tilawatil Qur’an, sedangkan nifak sebaliknya. Ia merupakan perkataan yang bathil dan amalan-amalan sesat dan tumbuh di atas al ghina’.

Salah satu ciri kemunafikan adalah kurangnya dzikrullah, malas dan enggan menegakkan shalat, kalaupun shalat mematuk-matuk seperti burung makan jagung, sangat minim dzikirnya kepada Allah. Perhatikan firman Allah mengenai orang-orang munafik ini :

“Jika mereka menegakkan shalat mereka menegakkannya dalam keadaan malas, mereka ingin pujian dan perhatian manusia dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. An Nisa’ : 142)

Akhirnya, dalam kenyataan saat ini kita tidak dapati mereka yang terfitnah dengan nyanyian melainkan inilah sebagian di antara sifat-sifat mereka. Dan di samping itu, nifaq juga dibangun di atas dusta dan al ghina’ adalah kedustaan yang paling tinggi. Di dalamnya, kejahatan menjadi sesuatu yang menarik dan indah, bahkan tak jarang ia menghiasi lebih indah lagi dan setiap perkara kebaikan terasa jauh, sulit dijangkau, dan sangat jelek. Inilah hakikat kemunafikan. Al ghina’ merusak dan mengotori hati, sehingga apabila hati itu telah kotor apalagi rusak, hati akan menjadi lemah dan gampang takluk di bawah kekuasaan kemunafikan.

Ibnul Qayyim meneruskan : “Seandainya mereka yang memiliki bashirah memperhatikan dan membandingkan keadaan orang-orang yang bergelut dengan nyanyian dan mereka yang senantiasa menyibukkan diri dengan dzikrullah, nyatalah baginya betapa dalamnya pengetahuan dan pemahaman para shahabat terhadap hati dan penyakit-penyakit serta pengobatannya.” (Demikian penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Mawaridul Aman 322-323)

Semoga keterangan ini dapat bermanfaat bagi orang yang menginginkan hatinya hidup dan selamat sebagai bekal baginya untuk menghadap Allah ta’ala.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

11.14.2008

Karuniakan Dia Untukku

"Oh Tuhan....
seandainya telah engkau catatkan
dia milikku....tercipta untukku.....
satukanlah hatinya dengan hatiku..
titipkanlah kebahagian.....

ya ALLAH ku mohon
apa yang telah Engkau takdirkan
ku harap dia adalah yang terbaik buatku
kerana Engkau tahu segala isi hatiku
peliharakan lah daku dari kemurkaan Mu

ya tuhanku yang maha pemurah
berikanlah kekuatan jua harapan
melainkan dari lesu dan tidak bermaya
semaikan lah setulus kasih dijiwa

ku pasrah kepada Mu
kurniakanlah saya
pasangan yang beriman
yang bisa menemani saya
supaya saya dan dia
dapat melayar bahtera
ke muara cinta yang Engkau redhoi


ya ALLAH ku mohon
apa yang telah Kau takdirkan
ku harap dia adalah yang terbaik buatku
kerana Engkau tahu segala isi hatiku
peliharalah daku dari kemurkaanMu

ya tuhanku yang maha pengasih
Engkau sahaja pemelihara ku
dengarkanlah rintihan hambaMu
jangan Engkau biarkan ku sendiri

agarku bisa bahagia...
walau tanpa bersamanya
gantikanlah yang hilang
tumbuhkan yang telah patah
ku inginkan kebahagian
didunia dan akhirat
pada Mu ku mohon segalanya....
amin yarabbal alamin....

Wahai si isteri



Diluluskan pada Rabu, 13 Jun 2007 @ 10:59:00 oleh istisafa
Kenangan

ashah_amir menulis "Suami saya adalah serorang jurutera, saya mencintai
sifatnya yang semulajadi dan saya menyukai perasaan
hangat yang muncul dihati saya ketika bersandar
dibahunya.

3 tahun dalam masa perkenalan dan 2 tahun dalam masa
pernikahan, saya harus akui, bahawa saya mulai merasa
letih...lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimental dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindui saat-saat romantis seperti seorang anak kecil yang sentiasa mengharapkan belaian ayah dan ibunya. Tetapi, semua itu tidak pernah saya perolehi. Suami saya jauh berbeza dari yang saya harapkan. rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam perkahwinan kami telah mematahkan semua harapan saya terhadap cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahawa saya inginkan penceraian.

"Mengapa?"Dia bertanya dengan nada terkejut.

"Siti letih, Abang tidak pernah cuba memberikan cinta yang saya inginkan." Dia diam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, nampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang lelaki yang
tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang
boleh saya harapkan daripadanya? Dan akhirnya dia
bertanya.

"Apa yang Abang boleh lakukan untuk mengubah fikiran
Siti?" Saya merenung matanya dalam-dalam dan menjawab
dengan perlahan.

"Siti ada 1 soalan, kalau Abang temui jawapannya didalam hati Siti, Siti akan mengubah fikiran Siti; Seandainya, Siti menyukai sekuntum bunga cantik yang ada ditebing gunung dan kita berdua tahu jika Abang memanjat gunung-gunung itu, Abang akan mati. Apakah yang Abang akan lakukan untuk Siti?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Abang akan memberikan jawapannya esok." Hati saya terus gundah
mendengar responnya itu.

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemui selembar kertas dengan coretan tangannya dibawah sebiji gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...

'Sayangku, Abang tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi izinkan Abang untuk menjelaskan
alasannya." Kalimah pertama itu menghancurkan hati
saya. Namun, saya masih terus ingin membacanya.

"Siti boleh mengetik dikomputer dan selalu mengusik
program didalamnya dan akhirnya menangis di depan
monitor, Abang harus memberikan jari-jari Abang supaya
boleh membantu Siti untuk memperbaiki program
tersebut."

"Siti selalu lupa membawa kunci rumah ketika Siti keluar, dan Abang harus memberikan kaki Abang supaya
boleh menendang pintu, dan membuka pintu untuk Siti
ketika pulang."

"Siti suka jalan-jalan di shopping complexs tetapi selalu tersasar dan ada ketikanya sesat di tempat-tempat baru yang Siti kunjungi, Abang harus mencari Siti dari satu lot kedai ke satu lot kedai yang lain mencarimu dan membawa Siti pulang ke rumah."

"Siti selalu sengal-sengal badan sewaktu 'teman baik'
Siti datang setiap bulan, dan Abang harus memberikan
tangan Abang untuk memicit dan mengurut kaki Siti yang
sengal itu."

"Siti lebih suka duduk di rumah, dan Abang selalu risau Siti akan menjadi 'pelik'. Dan Abang harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburkan Siti dirumah atau meminjamkan lidah Abang untuk menceritakan hal-hal kelakar yang Abang alami."

"Siti selalu menatap komputer, membaca buku dan itu
tidak baik untuk kesihatan mata Siti, Abang harus
menjaga mata Abang agar ketika kita tua nanti, abang
dapat menolong mengguntingkan kukumu dan
memandikanmu."

"Tangan Abang akan memegang tangan Siti, membimbing
menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir
yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu."

"Tetapi sayangku, Abang tidak akan mengambil bunga itu
untuk mati. Kerana, Abang tidak sanggup melihat airmatamu mengalir menangisi kematian Abang."

"Sayangku, Abang tahu, ada ramai orang yang boleh
mencintaimu lebih daripada Abang mencintai Siti."

"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan oleh tangan, kaki, mata Abang tidak cukup bagi Siti. Abang tidak akan menahan diri Siti mencari tangan, kaki dan mata lain yang dapat membahagiakan Siti."

Airmata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuatkan
tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya lagi.

"Dan sekarang, Siti telah selesai membaca jawapan Abang. Jika Siti puashati dengan semua jawapan ini, dan tetap inginkan Abang tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, Abang sekarang sedang berdiri di luar sana menunggu jawapan Siti." "Tetapi, jika Siti tidak puas hati, sayangku...biarkan Abang masuk untuk mengemaskan barang-barang Abang, dan Abang tidak akan menyulitkan hidupmu. Percayalah, bahagia Abang bila Siti bahagia."

Saya terpegun. Segera mata memandang pintu yang terkatup rapat. Lalu saya segera berlari membukakan pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah gusar sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.

Oh! Kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya. Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah beransur-ansur hilang dari hati kita kerana kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam
'kewujudan' yang kita inginkan, maka cinta itu telah
hadir dalam 'kewujudan' yang tidak pernah kita bayangkan sebelum ini. cuba kita ambil ikhtibar dari cerita ini.

11.13.2008

Sebeleum samapai ke akad nikah

Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a. mengatakan:

“Pernikahan itu sangat sensitive dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya.”

enikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat

tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga Al-Qur’an menyebutnya

sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali

kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah

akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.

Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang

sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi

kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah

mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan

manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang

melakukan pernikahan.

Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha

memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan

bergeser jauh dari makna dan tujuannya.

Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara

suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga,

yaitu keluarga istri dan keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari

peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing

anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, termasuk

niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan,

yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan

pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses

berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik

dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus

menunggu dalam waktu yang cukup lama.

Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling

maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit

kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang

mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula

berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat

bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambutmenyambut,

kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.

Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati

hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang

menerangi.

Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang

pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda

harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah

setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita

untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika

kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap

tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya-

Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesagesa.

————————————————————————————————————————————————

Kita seringkali tidak bisa membedakan,

apakah kita melakukan sesuatu

karena persangkaan kita yang baik kepada Allah

ataukah justru karena persangkaan kita

yang kurang tepat kepada-Nya.

————————————————————————————————————————————————

Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan.

Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh

jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun –

barangkali– pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam

dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na’udzubillahi min

dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.

Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak

datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.

Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua,

persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita.

Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang

pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.

—————————————-

Persangkaan Kepada Allah

—————————————

Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena

keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang

berpengharapan kepada-Nya. Ia yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang

datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-

Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa

secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak

layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.

Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika

berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena

ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena

keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang

berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah

karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia tahu Allah Maha Besar

Kekuasaan-Nya.

Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan

kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan

Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi

sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang

sudah ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa

menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya

kepada Allah. Padahal, Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:

“Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari dan

Muslim).

Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena

persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita yang

kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali

setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya

pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan,

bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa yang kita anggap

sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah

sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-

Nya.Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-

Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi

tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan

perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha

untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan,

justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak

ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan “penglihatan” Allah.

Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada

makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia

akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha

Suci Allah dari kezaliman.

Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa

melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun

demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun

kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan

segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.

Astaghfirullahal’adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazhzhalimin.

Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena

dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika

membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang

bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.

Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari

sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan

teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan

keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang

selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,

tergesa-gesa dan mudah mengeluh.

Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang

bersyukur.

Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah,

tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai

kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan

yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan “mengabaikan”

rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang

rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di

hadapan dirinya sendiri.

Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses

menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan

Kado Pernikahan

kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam

melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik

saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita

barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.

Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada

bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.

Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusanurusan

selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah.

Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas

niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.

Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.

————————————————————–

Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon

————————————————————–

Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada yang membutuhkan waktu

lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa

keluar rumah yang artinya, “Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan

agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan

jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku

untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau

segerakan.”

Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang

dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya

adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan

lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan

Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan

dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa

yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah

Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.

Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna

anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.

Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.

Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak

terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan

informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita

mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau

orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon

pendamping secara langsung.

Selama masa ini kita sangat peka terhadap berbagai informasi yang kita terima,

disebabkan oleh besarnya harapan untuk menyegerakan ataupun besarnya

kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadangkadang,

orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar)

yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu.

Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira

orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang

lewat.

Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama

masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu

kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan

akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh

sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama’ah segera setelah akad,

mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan

kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam

karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa

juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama.

Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang

diniatkan.

Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan,

masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah

memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam

hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati

hubungan intim suami-istri. Wallahu A’lam bishawab wastaghfirullahal ‘adzim. Saya

mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.

Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses

berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan katakata

(hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari

lisan orang lain.

Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke

neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan

kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang

yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya

merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian.

Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.

Dari Sahl bin Sa’d As-Sa’di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

“Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara

kedua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kaki pahanya

(kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya.” (HR Bukhari).

Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, “Ya Rasulullah, apakah keselamatan

itu?”

Beliau menjawab, “Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah

dosamu.” (HR Tirmidzi).

Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini

dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahankesalahan

niat dalam menikah disebabkan oleh ketidaktahuan kita, dan

meluruskannya dengan menyemayamkan niat terbaik yang diridhai-Nya. Mudahmudahan

kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya

barakah dan diridhai Allah ‘Azza wa Jalla. Allahumma amin.

Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

“Berikan penafsiran terbaik tentang apa yang engkau dengar, dan apa yang

diucapkan saudaramu, sampai engkau menghabiskan semua kemungkinan dalam

arah itu.”

Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, “Jika engkau

mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi

yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya.”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam berkata, “Carilah alasan untuknya

dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini.”

Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan

interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa

jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya

tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi)

diperlukan.


Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,

“Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma’ah, yang jika orang

lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan

tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orangorang

baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau

menjauhinya keburukan-keburukan mereka.” (HR Tirmidzi).

Apakah imma’ah itu? Kita minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru

besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan.

Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma’ah adalah, “Memuji atau mencela orang

lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal

itu.”

Kita imma’ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya

dari mendengar selintas. Kita juga imma’ah kalau kita segera memberikan pujian

karena mendengar kabar sekedarnya mengenai dia. Apalagi kalau sampai

menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor –

entah, apakah masih termasuk imma’ah atau bukan.

Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke

dalam imma’ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan

lagi beberapa menit sesudah sadar.

Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma’ah yang saya

lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta

maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal

saya belum memeriksanya.

Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses

menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam

proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah

melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga

hari kiamat kelak. Allahumma amin.

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani

Fatimatuzzahra Azka Ghulwani
iiih anak ummi.... lucunya....